Opini iS a REaLiTy
dibalik upaya membuat berita,realitas yang hadir, kadang tidak seperti diharapkan.
Jumat, 25 Juni 2010
Selasa, 22 Juni 2010
PENTINGNYA PENGUKURAN PR (3), Timbangan SI Bejo
TIMBANGAN SI BEJO
Pagi itu si Bejo benar-benar tidak ’bejo’ (beruntung). Tidak satupun media memberitakan penghargaan ”XYZ Award” yang didapat perusahaannya. Apesnya, dia sudah terlanjur memberikan harapan kepada boss nya, bahwa berita akan diekspos banyak media.
Jerih payahnya terasa sia-sia. Sebelumnya, segala upaya sudah dilakukan. Teknis penulisan siaran pers diikuti sesuai teori yang sudah sangat ’mengelotok’, termasuk teknis piramida terbalik juga tidak diabaikannya. Bahkan dia juga telah menyisihkan waktunya untuk memberikan backgrounding kepada beberapa wartawan.
Kegagalan ini, bukan hanya sekali ini saja terjadi dalam satu bulan terakhir. Namun demikian, bukan berarti Bejo tidak pernah berhasil memberitakan perusahannya di banyak media. Ibarat perbuatan baik dan buruk, maka dalam setiap aktivitasnya akan terlihat mana yang berat dan ringan. Tentu saja, untuk itu semua Bejo memerlukan timbangan sebagai alat ukurnya.
Dibalik cerita di atas, PR-ers sering merasa khawatir dinilai tidak mampu melaksanakan fungsi dan tugasnya. Apalagi bila kegiatan komunikasi menunjukkan hasil yang negatif dan terungkap serta diketahui atasan.
Itulah salah satu alasan yang umum terjadi, mengapa pengukuran kinerja public relations masih jarang dilakukan. Evaluasi yang biasa dilakukan seringkali bersifat kualitatif, walaupun hal ini tidak salah, namun kerap menghasilkan tarikan kesimpulan yang tidak cukup kuat untuk membuktikan hasil kinerja public relations di mata manajemen.
Selain itu, jarangnya penelitian ini (termasuk didalamnya evaluasi kuantitatif atau pengukuran) dilakukan karena adanya anggapan tentang pemborosan dan hasil penelitian yang dinilai hanya akan membeberkan kelemahan dari hal yang sudah dikerjakan PR-ers.
Untuk mencoba mengatasi kekurangan ini, diperlukan suatu pengukuran atas hasil kinerja public relations dengan menggunakan metode yang konsisten dan reliable sehingga dapat menunjukkan tingkat kinerja public relations secara lebih terukur.
Hasil pengukuran yang demikian tentunya sangat membantu dan memberi landasan yang lebih kuat untuk digunakan dalam menunjukkan dan mempertanggungjawabkan kinerja public relations pada pihak manajemen perusahaan secara lebih konkrit. Dengan cara demikian, public relations value di mata perusahaan akan lebih meningkat karena perusahaan dapat mengetahui secara lebih pasti (dalam bentuk angka atau perolehan nilai) andil yang diberikan public relations terhadap perusahaan.
Terkait dengan hal ini, hasil sebuah riset yang dilakukan oleh Institute of Public Relations & Consultans Association pada tahun 2001 di Inggris mengungkapkan bahwa kebanyakan praktisi public relations jarang melakukan riset karena alasan kurangnya dana (58%), sedikitnya permintaan (45%), sempitnya waktu (43%), pembatasan oleh organisasi (27%) dan alasan-alasan lain (6%). Meskipun demikian hal tersebut bisalah dipandang sebagai sekadar suatu pembenaran (excuses) dan bukan hambatan karena riset bisa dilakukan tanpa memakan banyak biaya dan tanpa menghabiskan banyak waktu.
Ada lima tujuan yang bisa dicapai melalui pengukuran, yaitu:
1. Menciptakan nilai
Pengukuran merupakan prasyarat bagi penciptaan nilai. Dalam hal ini nilai pada dasarnya ditentukan oleh perbandingan antara kualitas yang didapat dan banyaknya biaya yang dikeluarkan. Bila disederhanakan, maka tercermin dalam formula:
Quality
Value = -----------
Cost
2. Memperbaiki hal yang dilakukan sebelumnya
Pengukuran terkait dengan usaha perbaikan karena perbaikan akan dilakukan setelah mengetahui ada yang menyimpang dari target atau standar yang telah ditetapkan. Dengan pengukuran pihak terkait akan terdorong untuk memperbaiki pencapaian targetnya waktu demi waktu.
3. Memberi penghargaan dan memacu keberhasilan
Pengukuran merupakan pijakan yang berguna bagi manajemen untuk memberi apresiasi yang wajar terhadap pihak yang secara fungsional bertanggungjawab atau mereka yang memiliki andil signifikan terhadap keberhasilan program-program yang diukur.
4. Menemukan dan meluruskan kekeliruan
Dari pengukuranlah diperoleh informasi berharga yang mengindikasikan adanya kekeliruan yang harus diatasi. Berdasar informasi tersebut, eksplorasi dapat dilakukan untuk menemukenali faktor-faktor penyebab yang lebih spesifik dan mendasar guna melakukan langkah-langkah koreksi yang diperlukan.
5. Mendemonstrasikan nilai
Tanpa pengukuran akan sulit untuk menunjukkan bermakna atau tidaknya serangkaian program yang dilakukan. Jika praktisi public relations mampu menunjukkan bahwa yang dilakukannya saat ini –melalui hasil pengukuran yang konsisten– sangatlah memiliki nilai (value) bagi perusahaan, maka sikap manajemen atau dewan direksi tentu lebih negotiable dan mereka lebih dapat mempercayai manfaat public relations dalam perusahaannya.
Suatu pengukuran dinilai baik jika memiliki setidaknya lima karakteristik, yaitu memonitor kemajuan, memotivasi perilaku yang tepat, mengkomunikasikan informasi, membangun akuntabilitas dan mengidentifikasi peluang untuk perbaikan konsisten yang dalam istilah para praktisi biasa dikenal sebagai sebutan Opportunity For Improvement (OFI).
Untuk itulah Publicity Effectiveness Level (PEL) merupakan terobosan baru Bank Mandiri (sejak 2005), dalam melakukan pengukuran atas kinerja PR khususnya dalam pengukuran publisitas. Pengukuran PEL ini, dapat menghasilkan angka yang rasional. Hal ini menunjukkan ada kesadaran bahwa pengukuran yang dilakukan bukan hanya untuk mendapat sanjungan dari atasan tetapi juga untuk dapat mempertanggungjawabkan kinerja mereka setepat mungkin berdasar metode pengukuran yang lebih dapat diterima.
Pengukuran PEL yang dilakukan Bank Mandiri merupakan suatu bentuk outputs measurenment atau outputs evaluation. Hal yang dievaluasi dan diukur disini adalah efektivitas publisitas media terhadap Bank Mandiri.
Metode yang digunakan dalam proses pengukuran PEL adalah media monitoring, media content analysis, dan web analysis. Serangkaian proses ini dilengkapi dengan sejumlah parameter yang ditetapkan Bank Mandiri atas penggolongan media dan tone. Angka-angka hasil analisis ini kemudian diolah dalam suatu formula sehingga menghasilkan angka akhir berupa persentase keefektivan publisitas untuk Bank Mandiri.
Penciptaan rumusan PEL tidak mengacu pada literature atau basic akademis apapun. Dengan kata lain rumusan itu disusun hanya berdasar basic common sense dan pengalaman praktis.
(bersambung)
Pagi itu si Bejo benar-benar tidak ’bejo’ (beruntung). Tidak satupun media memberitakan penghargaan ”XYZ Award” yang didapat perusahaannya. Apesnya, dia sudah terlanjur memberikan harapan kepada boss nya, bahwa berita akan diekspos banyak media.
Jerih payahnya terasa sia-sia. Sebelumnya, segala upaya sudah dilakukan. Teknis penulisan siaran pers diikuti sesuai teori yang sudah sangat ’mengelotok’, termasuk teknis piramida terbalik juga tidak diabaikannya. Bahkan dia juga telah menyisihkan waktunya untuk memberikan backgrounding kepada beberapa wartawan.
Kegagalan ini, bukan hanya sekali ini saja terjadi dalam satu bulan terakhir. Namun demikian, bukan berarti Bejo tidak pernah berhasil memberitakan perusahannya di banyak media. Ibarat perbuatan baik dan buruk, maka dalam setiap aktivitasnya akan terlihat mana yang berat dan ringan. Tentu saja, untuk itu semua Bejo memerlukan timbangan sebagai alat ukurnya.
Dibalik cerita di atas, PR-ers sering merasa khawatir dinilai tidak mampu melaksanakan fungsi dan tugasnya. Apalagi bila kegiatan komunikasi menunjukkan hasil yang negatif dan terungkap serta diketahui atasan.
Itulah salah satu alasan yang umum terjadi, mengapa pengukuran kinerja public relations masih jarang dilakukan. Evaluasi yang biasa dilakukan seringkali bersifat kualitatif, walaupun hal ini tidak salah, namun kerap menghasilkan tarikan kesimpulan yang tidak cukup kuat untuk membuktikan hasil kinerja public relations di mata manajemen.
Selain itu, jarangnya penelitian ini (termasuk didalamnya evaluasi kuantitatif atau pengukuran) dilakukan karena adanya anggapan tentang pemborosan dan hasil penelitian yang dinilai hanya akan membeberkan kelemahan dari hal yang sudah dikerjakan PR-ers.
Untuk mencoba mengatasi kekurangan ini, diperlukan suatu pengukuran atas hasil kinerja public relations dengan menggunakan metode yang konsisten dan reliable sehingga dapat menunjukkan tingkat kinerja public relations secara lebih terukur.
Hasil pengukuran yang demikian tentunya sangat membantu dan memberi landasan yang lebih kuat untuk digunakan dalam menunjukkan dan mempertanggungjawabkan kinerja public relations pada pihak manajemen perusahaan secara lebih konkrit. Dengan cara demikian, public relations value di mata perusahaan akan lebih meningkat karena perusahaan dapat mengetahui secara lebih pasti (dalam bentuk angka atau perolehan nilai) andil yang diberikan public relations terhadap perusahaan.
Terkait dengan hal ini, hasil sebuah riset yang dilakukan oleh Institute of Public Relations & Consultans Association pada tahun 2001 di Inggris mengungkapkan bahwa kebanyakan praktisi public relations jarang melakukan riset karena alasan kurangnya dana (58%), sedikitnya permintaan (45%), sempitnya waktu (43%), pembatasan oleh organisasi (27%) dan alasan-alasan lain (6%). Meskipun demikian hal tersebut bisalah dipandang sebagai sekadar suatu pembenaran (excuses) dan bukan hambatan karena riset bisa dilakukan tanpa memakan banyak biaya dan tanpa menghabiskan banyak waktu.
Ada lima tujuan yang bisa dicapai melalui pengukuran, yaitu:
1. Menciptakan nilai
Pengukuran merupakan prasyarat bagi penciptaan nilai. Dalam hal ini nilai pada dasarnya ditentukan oleh perbandingan antara kualitas yang didapat dan banyaknya biaya yang dikeluarkan. Bila disederhanakan, maka tercermin dalam formula:
Quality
Value = -----------
Cost
2. Memperbaiki hal yang dilakukan sebelumnya
Pengukuran terkait dengan usaha perbaikan karena perbaikan akan dilakukan setelah mengetahui ada yang menyimpang dari target atau standar yang telah ditetapkan. Dengan pengukuran pihak terkait akan terdorong untuk memperbaiki pencapaian targetnya waktu demi waktu.
3. Memberi penghargaan dan memacu keberhasilan
Pengukuran merupakan pijakan yang berguna bagi manajemen untuk memberi apresiasi yang wajar terhadap pihak yang secara fungsional bertanggungjawab atau mereka yang memiliki andil signifikan terhadap keberhasilan program-program yang diukur.
4. Menemukan dan meluruskan kekeliruan
Dari pengukuranlah diperoleh informasi berharga yang mengindikasikan adanya kekeliruan yang harus diatasi. Berdasar informasi tersebut, eksplorasi dapat dilakukan untuk menemukenali faktor-faktor penyebab yang lebih spesifik dan mendasar guna melakukan langkah-langkah koreksi yang diperlukan.
5. Mendemonstrasikan nilai
Tanpa pengukuran akan sulit untuk menunjukkan bermakna atau tidaknya serangkaian program yang dilakukan. Jika praktisi public relations mampu menunjukkan bahwa yang dilakukannya saat ini –melalui hasil pengukuran yang konsisten– sangatlah memiliki nilai (value) bagi perusahaan, maka sikap manajemen atau dewan direksi tentu lebih negotiable dan mereka lebih dapat mempercayai manfaat public relations dalam perusahaannya.
Suatu pengukuran dinilai baik jika memiliki setidaknya lima karakteristik, yaitu memonitor kemajuan, memotivasi perilaku yang tepat, mengkomunikasikan informasi, membangun akuntabilitas dan mengidentifikasi peluang untuk perbaikan konsisten yang dalam istilah para praktisi biasa dikenal sebagai sebutan Opportunity For Improvement (OFI).
Untuk itulah Publicity Effectiveness Level (PEL) merupakan terobosan baru Bank Mandiri (sejak 2005), dalam melakukan pengukuran atas kinerja PR khususnya dalam pengukuran publisitas. Pengukuran PEL ini, dapat menghasilkan angka yang rasional. Hal ini menunjukkan ada kesadaran bahwa pengukuran yang dilakukan bukan hanya untuk mendapat sanjungan dari atasan tetapi juga untuk dapat mempertanggungjawabkan kinerja mereka setepat mungkin berdasar metode pengukuran yang lebih dapat diterima.
Pengukuran PEL yang dilakukan Bank Mandiri merupakan suatu bentuk outputs measurenment atau outputs evaluation. Hal yang dievaluasi dan diukur disini adalah efektivitas publisitas media terhadap Bank Mandiri.
Metode yang digunakan dalam proses pengukuran PEL adalah media monitoring, media content analysis, dan web analysis. Serangkaian proses ini dilengkapi dengan sejumlah parameter yang ditetapkan Bank Mandiri atas penggolongan media dan tone. Angka-angka hasil analisis ini kemudian diolah dalam suatu formula sehingga menghasilkan angka akhir berupa persentase keefektivan publisitas untuk Bank Mandiri.
Penciptaan rumusan PEL tidak mengacu pada literature atau basic akademis apapun. Dengan kata lain rumusan itu disusun hanya berdasar basic common sense dan pengalaman praktis.
(bersambung)
Rabu, 16 Juni 2010
PENTINGNYA PENGUKURAN PR (2)/ PEL
Publicity Effectiveness Level
Bukan secara kebetulan, pada 2005 Bank Mandiri secara resmi sudah memiliki cara melakukan pengukuran untuk menilai efektifitas dari suatu pemberitaan. Bank Mandiri telah menyadari betapa pentingnya evaluasi mengenai liputan media dan oleh sebab itu, sejak 2004 telah mencoba menyusun sebuah cara evaluasi yang dinamakan dengan Publicity Effectiveness Level (PEL) atau Tingkat Efektivitas Publisitas.
Tentunya, hampir setiap perusahaan memiliki cara berbeda dalam melakukan penilaian tingkat keefektifan pemberitaan. Beberapa mencoba mengukur atas dasar volume liputan di media, jumlah pembaca, kualitas, dan bobot penekanan berita. Pengukuruan yang dilakukan Bank Mandiri berdasarkan sumber dan penekanan pada bobot berita.
PEL merupakan tingkat keefektifan publisitas dengan melakukan evaluasi pemberitaan yang dilakukan dengan penghitungan secara kwantitatif. Dengan melakukan penilaian keefektifan pemberitaan ini, perusahaan akan dapat mengetahui apakah pemberitaan yang ada sudah cukup baik untuk tetap terjaganya citra positif perusahaan.
Pengukuran ini akan menjadi salah satu dasar perencaaan strategi komunikasi yang akan ditempuh perusahaan. Baik mempertahankan atau untuk memperbaiki agar reputasi perusahaan yang berhubungan dengan citra perusahaan tidak ambruk.
Publisitas dan Metode Evaluasi
Dalam rangkaian kerja public relations-nya, departemen corporate communications melakukan evaluasi yang salah satunya adalah dengan mengevaluasi publisitas Bank Mandiri.
Evaluasi ini lebih kepada measurement atas tingkat keefektivan publisitas yang diperoleh Bank Mandiri setiap bulannya. Yang dilakukan Bank Mandiri lebih pada outputs measurement. Karena objek untuk melihat outputs measurement adalah pemberitaan media (khususnya media massa dan cybermedia), maka metode dasar yang digunakan untuk pengukuran itu adalah media content analysis dan cyberspace analysis.
Hasil dari pengukuran ini disebut dengan Publicity Effctiveness Level yang pada gilirannya dipakai sebagai salah satu dasar dalam perencanaan aksi komunikasi Bank Mandiri.
Cara Penilaian
1. Pengelompokan Media
Dalam penilaian PEL ini, Bank Mandiri hanya melakukan monitoring media cetak sebagai alat utama dalam memonitor berita. Dalam pelaksanaan monitoring sehari-hari, selain media cetak lebih dominan dalam pemberitaannya, juga mudah untuk di monitor, termasuk biaya monitoring dalam bentuk klipping harian lebih murah dibanding dengan monitoring media elekronik seperti radio dan televisi dimana dibutuhkan alat khusus untuk merekam pemberitaan.
Media cetak dalam hal ini dibagi dalam 3 kelompok besar, yaitu menjadikan media dalam Tier 1, Tier 2 dan Tier 3.
Klasifikasi setiap tier adalah:
Tier 1 : Sirkulasi luas, dan atau pemberitaannya berkonsentrasi pada bidang ekonomi, keuangan dan perbankan
Tier 2 : Sirkulasi sedang dan atau pemberitaannya bersifat umum, termasuk pada bidang ekonomi, keuangan dan perbankan
Tier 3 : Sirkulasi rendah, khususnya media lokal/daerah
2. Pembobotan:
Berita media cetak dianalisis dan dilakukan pembobotan sesuai dengan evaluasi tone berita.
Tone pemberitaan di klasifikasi ke dalam 4 hal, yaitu Positif, Negatif, Netral dan Sensitif.
Media Bobot Tone
Positive Negative Netral Sensitive
Tier 1 4 -8 1 -4
Tier 2 3 -6 1 -3
Tier 3 2 -4 1 -2
Asumsi dasar :
- Setiap satu kali pemberitaan dengan tone negatif di tier 1 yaitu dengan bobot -8, maka diperlukan 3 berita positif untuk mengcover berita tersebut menjadi bobot +4.
- Setiap satu kali pemberitaan dengan sensitif di tier 1 dengan bobot -4, maka diperlukan 2 berita positif dalam tier yang sama untuk mengcover berita tersebut di tier 1.
3. Rumus perhitungan PEL:
Total (nilai berita positif + nilai berita netral – nilai negatif – nilai sensitif)
Total artikel x Rata-rata bobot pada setiap tier yang terterpa oleh artikel
Dengan kriteria:
>80%: Sangat baik
60 - 80%: Baik
40 - 60%: Sedang
20 - 40%: Buruk
<20%: Sangat buruk
4. PEL 2005 sd 2010
Berikut adalah pemaparan hasil PEL dari tahun 2005 sd 2010.

(bersambung)
Bukan secara kebetulan, pada 2005 Bank Mandiri secara resmi sudah memiliki cara melakukan pengukuran untuk menilai efektifitas dari suatu pemberitaan. Bank Mandiri telah menyadari betapa pentingnya evaluasi mengenai liputan media dan oleh sebab itu, sejak 2004 telah mencoba menyusun sebuah cara evaluasi yang dinamakan dengan Publicity Effectiveness Level (PEL) atau Tingkat Efektivitas Publisitas.
Tentunya, hampir setiap perusahaan memiliki cara berbeda dalam melakukan penilaian tingkat keefektifan pemberitaan. Beberapa mencoba mengukur atas dasar volume liputan di media, jumlah pembaca, kualitas, dan bobot penekanan berita. Pengukuruan yang dilakukan Bank Mandiri berdasarkan sumber dan penekanan pada bobot berita.
PEL merupakan tingkat keefektifan publisitas dengan melakukan evaluasi pemberitaan yang dilakukan dengan penghitungan secara kwantitatif. Dengan melakukan penilaian keefektifan pemberitaan ini, perusahaan akan dapat mengetahui apakah pemberitaan yang ada sudah cukup baik untuk tetap terjaganya citra positif perusahaan.
Pengukuran ini akan menjadi salah satu dasar perencaaan strategi komunikasi yang akan ditempuh perusahaan. Baik mempertahankan atau untuk memperbaiki agar reputasi perusahaan yang berhubungan dengan citra perusahaan tidak ambruk.
Publisitas dan Metode Evaluasi
Dalam rangkaian kerja public relations-nya, departemen corporate communications melakukan evaluasi yang salah satunya adalah dengan mengevaluasi publisitas Bank Mandiri.
Evaluasi ini lebih kepada measurement atas tingkat keefektivan publisitas yang diperoleh Bank Mandiri setiap bulannya. Yang dilakukan Bank Mandiri lebih pada outputs measurement. Karena objek untuk melihat outputs measurement adalah pemberitaan media (khususnya media massa dan cybermedia), maka metode dasar yang digunakan untuk pengukuran itu adalah media content analysis dan cyberspace analysis.
Hasil dari pengukuran ini disebut dengan Publicity Effctiveness Level yang pada gilirannya dipakai sebagai salah satu dasar dalam perencanaan aksi komunikasi Bank Mandiri.
Cara Penilaian
1. Pengelompokan Media
Dalam penilaian PEL ini, Bank Mandiri hanya melakukan monitoring media cetak sebagai alat utama dalam memonitor berita. Dalam pelaksanaan monitoring sehari-hari, selain media cetak lebih dominan dalam pemberitaannya, juga mudah untuk di monitor, termasuk biaya monitoring dalam bentuk klipping harian lebih murah dibanding dengan monitoring media elekronik seperti radio dan televisi dimana dibutuhkan alat khusus untuk merekam pemberitaan.
Media cetak dalam hal ini dibagi dalam 3 kelompok besar, yaitu menjadikan media dalam Tier 1, Tier 2 dan Tier 3.
Klasifikasi setiap tier adalah:
Tier 1 : Sirkulasi luas, dan atau pemberitaannya berkonsentrasi pada bidang ekonomi, keuangan dan perbankan
Tier 2 : Sirkulasi sedang dan atau pemberitaannya bersifat umum, termasuk pada bidang ekonomi, keuangan dan perbankan
Tier 3 : Sirkulasi rendah, khususnya media lokal/daerah
2. Pembobotan:
Berita media cetak dianalisis dan dilakukan pembobotan sesuai dengan evaluasi tone berita.
Tone pemberitaan di klasifikasi ke dalam 4 hal, yaitu Positif, Negatif, Netral dan Sensitif.
Media Bobot Tone
Positive Negative Netral Sensitive
Tier 1 4 -8 1 -4
Tier 2 3 -6 1 -3
Tier 3 2 -4 1 -2
Asumsi dasar :
- Setiap satu kali pemberitaan dengan tone negatif di tier 1 yaitu dengan bobot -8, maka diperlukan 3 berita positif untuk mengcover berita tersebut menjadi bobot +4.
- Setiap satu kali pemberitaan dengan sensitif di tier 1 dengan bobot -4, maka diperlukan 2 berita positif dalam tier yang sama untuk mengcover berita tersebut di tier 1.
3. Rumus perhitungan PEL:
Total (nilai berita positif + nilai berita netral – nilai negatif – nilai sensitif)
Total artikel x Rata-rata bobot pada setiap tier yang terterpa oleh artikel
Dengan kriteria:
>80%: Sangat baik
60 - 80%: Baik
40 - 60%: Sedang
20 - 40%: Buruk
<20%: Sangat buruk
4. PEL 2005 sd 2010
Berikut adalah pemaparan hasil PEL dari tahun 2005 sd 2010.

(bersambung)
Rabu, 09 Juni 2010
PENTINGNYA PENGUKURAN PR (1), Berita Negatif dan Reputasi
Berita Negatif dan Reputasi
Kasus kredit macet pada awal tahun 2005 yang menyeret petinggi Bank Mandiri sebagai terdakwa menyebabkan bank ini menjadi bulan-bulanan di media massa, dan telah mengikis reputasi bank berpelat merah tersebut. Sebagai akibatnya, dan sebagai salah satu indikasi memburuknya reputasi Mandiri adalah harga saham juga ikut terpengaruh, merosot tajam.
Sehari setelah Menteri Negara BUMN Sugiharto menegaskan segera mengganti jajaran direksi bank tersebut, harga saham langsung merosot hingga mencapai harga Rp1.420 atau sebesar 24,64%. Tidak hanya itu, dikabarkan juga terjadi penarikan dana deposito dan tabungan secara besar-besaran dari bank ini.
Bank Mandiri tengah menjadi sorotan pemberitaan di media massa seputar masalah dugaan kredit macet yang melibatkan manajemen. Mei 2005 menjadi masa dimana Bank Mandiri sangat menjadi sorotan media massa. Hal ini bisa dilihat dari seringnya berita tentang Bank Mandiri menjadi headline di koran-koran terkemuka di Indonesia, seperti Kompas dan Media Indonesia.
Sebanyak 205 berita bernada negatif menerpa Bank Mandiri di April 2005. Berita mengenai beberapa debitor macet yang nilainya lebih dari Rp20 triliun, muncul di media-media nasional. Begitu juga sebanyak 127 berita mengenai temuan BPK dan penyidikan kejaksaan atas potensi kerugian negara dan berita pergantian direksi mewarnai pemberitaan di bulan April. Hampir semuanya senada,....negatif.
Bank Mandiri adalah bank BUMN terbesar di Indonesia, oleh karena itu tidak mengherankan jika issue mengenai Bank Mandiri adalah issue yang akan menarik perhatian banyak orang mengingat ada dua pihak penting yang terkait di dalamnya, yaitu pemerintah dan masyarakat.
Ini adalah puncak dari semua isu sepanjang awal tahun 2005. Semuanya dengan nada yang negatif penuh kecurigaan. Reputasi Mandiri menjadi pertaruhannya. Lalu apakah semua ini merupakan musibah atau bahkan menjadi berkah untuk Bank Mandiri?
Bagi PR-ers, suatu krisis bisa mendatangkan musibah, ketika mereka tidak siap dengan pemecahannya. Namun bagi sebagian PR-ers lainnya, krisis yang menimpa perusahaan, akan menjadi kenikmatan tersendiri. Mereka seperti bangun dari mati. Semangat kembali bangkit, setelah mungkin dalam beberapa tahun duduk manis dan bekerja secara rutin. Ada sesuatu yang besar yang bisa mereka sumbangkan. Itu harapan bagi PR-ers yang suka tantangan dan paham bahwa bagaimana mengangkat derajat PR.
Kasus kredit macet pada awal tahun 2005 yang menyeret petinggi Bank Mandiri sebagai terdakwa menyebabkan bank ini menjadi bulan-bulanan di media massa, dan telah mengikis reputasi bank berpelat merah tersebut. Sebagai akibatnya, dan sebagai salah satu indikasi memburuknya reputasi Mandiri adalah harga saham juga ikut terpengaruh, merosot tajam.
Sehari setelah Menteri Negara BUMN Sugiharto menegaskan segera mengganti jajaran direksi bank tersebut, harga saham langsung merosot hingga mencapai harga Rp1.420 atau sebesar 24,64%. Tidak hanya itu, dikabarkan juga terjadi penarikan dana deposito dan tabungan secara besar-besaran dari bank ini.
Bank Mandiri tengah menjadi sorotan pemberitaan di media massa seputar masalah dugaan kredit macet yang melibatkan manajemen. Mei 2005 menjadi masa dimana Bank Mandiri sangat menjadi sorotan media massa. Hal ini bisa dilihat dari seringnya berita tentang Bank Mandiri menjadi headline di koran-koran terkemuka di Indonesia, seperti Kompas dan Media Indonesia.
Sebanyak 205 berita bernada negatif menerpa Bank Mandiri di April 2005. Berita mengenai beberapa debitor macet yang nilainya lebih dari Rp20 triliun, muncul di media-media nasional. Begitu juga sebanyak 127 berita mengenai temuan BPK dan penyidikan kejaksaan atas potensi kerugian negara dan berita pergantian direksi mewarnai pemberitaan di bulan April. Hampir semuanya senada,....negatif.
Bank Mandiri adalah bank BUMN terbesar di Indonesia, oleh karena itu tidak mengherankan jika issue mengenai Bank Mandiri adalah issue yang akan menarik perhatian banyak orang mengingat ada dua pihak penting yang terkait di dalamnya, yaitu pemerintah dan masyarakat.
Ini adalah puncak dari semua isu sepanjang awal tahun 2005. Semuanya dengan nada yang negatif penuh kecurigaan. Reputasi Mandiri menjadi pertaruhannya. Lalu apakah semua ini merupakan musibah atau bahkan menjadi berkah untuk Bank Mandiri?
Bagi PR-ers, suatu krisis bisa mendatangkan musibah, ketika mereka tidak siap dengan pemecahannya. Namun bagi sebagian PR-ers lainnya, krisis yang menimpa perusahaan, akan menjadi kenikmatan tersendiri. Mereka seperti bangun dari mati. Semangat kembali bangkit, setelah mungkin dalam beberapa tahun duduk manis dan bekerja secara rutin. Ada sesuatu yang besar yang bisa mereka sumbangkan. Itu harapan bagi PR-ers yang suka tantangan dan paham bahwa bagaimana mengangkat derajat PR.
Senin, 07 Juni 2010
PARADIGMA BARU, BANK MANDIRI SEBAGAI PERUSAHAAN PUBLIK
Catatan 2003:
PARADIGMA BARU DALAM PERUSAHAAN PUBLIK
Melihat kenyataan bahwa saat ini Bank Mandiri telah memasuki babak baru, maka telah terjadi beberapa perubahan, terutama dalam struktur organisasi. Posisi Corporate Secretary berada diantara Board of Directors. Mempunyai akses langsung dengan pengambil keputusan tertinggi di perusahaan.
Perubahan lain yang mengikuti adalah munculnya struktur baru, yaitu Corporate Affairs yang berada di bawah tanggung jawab Corporate Secretrary. Serta Investor Relations di bawah tanggung jawab Financial & Information. Namun tidaklah sangat penting untuk menjadi perdebatan panjang , dimana Investor Relations tidak berada di bawah struktur Corporate Affairs atau di bawah langsung Corporate Secretary. Tetapi jelas tanggung jawabnya (Investor Relations) sederajat dengan Corporate Affairs. Sehingga Corporate Secretary setiap saat wajib mendapat laporan dan koordinasi dari Investor Relations yang berfungsi sebagai pelaksana monitoring investor maupun calon investor. Koordinasi ini sangat penting untuk menyelaraskan setiap data yang didapat dari Corporate Affairs maupun dalam pelaksanaan program dan strategi eksternal komunikasi.
Perubahan baru ini, tentu saja juga akan diikuti dengan perubahan-perubahan lain. Yaitu termasuk orientasi pelayanan. Pelayanan publik menjadi unsur terpenting. Peningkatan kinerja, pencapaian laba menjadi suatu orientasi yang sekarang tidak hanya karyawan itu sendiri yang berharap. Namun juga menjadi harapan pemegang saham lainnya di luar karyawan. Deviden menjadi suatu bentuk harapan lain dari setiap pemegang saham di akhir tahun. Laba perusahaan akan berpengaruh kepada besar kecilnya deviden yang akan diterima oleh para pemegang saham di akhir tahun.
Karena itu, dengan perubahan status perusahaan menjadi terbuka maka setiap kegiatan perusahaan akan selalu menjadi pusat perhatian publik. Corporate Affairs akan menjadi tulang punggung bagi keberhasilan Corporate Secretary yang secara resmi menjadi spokesperson perusahaan. Seorang spokesperson tidak akan mempunyai kredibilitas bila tidak didukung oleh data-data yang akurat, penyampaian yang tepat dan cepat. Untuk itulah para analis di bawah Corporate Affairs semakin mempunyai peran penting. Baik yang berada di bawah Departemen UP3, maupun di bawah Departemen OTB. Mereka dituntut untuk dapat segera menyiapkan data-data yang dibutuhkan oleh Corporate Secretary. Kecepatan mendapatkan data maupun memperbaharui data terkini, baik data perkembangan perusahaan maupun kaitannya dengan pihak eksternal yang terkait dengan perusahaan menjadi tugas penting setiap karyawan di bawah departemen tersebut. Mungkin perlu ditambahkan adalah bagaimana suatu pekerjaan di level tersebut dilaksanakan secara sistematis, efektif dan efisien.
Sedangkan para analis yang berada di bawah Departemen Komunikasi, diharapkan dapat menyokong tugas penting seorang spokesperson, dengan menyampaikan laporan hasil kegiatan komunikasi dan sekaligus memberikan masukan mengenai strategi yang tepat dan langkah-langkah yang jitu dalam pelaksanaan programnya.
Sudah saatnya kegiatan komunikasi dengan fungsi yang telah dijalankan di kantor pusat juga mendapatkan perhatian dalam setiap kegiatan di seluruh cabang. Mungkin perlu dipikirkan suatu tugas fungsional atau struktural untuk di kantor wilayah, yang berfungsi memonitoring semua kegiatan komunikasi yang menyangkut dengan identity corporate, image corporate, dan analisis berita. Termasuk di dalamnya program kerja internal, eksternal dan media relations.
Dengan keterbatasan peran ‘spokesperson’ maka hasil monitoring yang dilakukan di kantor wilayah akan sangat berguna untuk ditindaklanjuti oleh kantor pusat. Mengingat, dalam hal ini, kantor pusat mempunyai keterbatasan dalam memonitoring berita pers kerja kantor-kantor cabang.
Tidak semua berita di koran-koran daerah dapat segera dimonitoring. Walaupun berita yang muncul hanya berita lokal suatu daerah, namun dengan cepat akan dapat diketahui di seluruh wilayah Indonesia. Bila berita tersebut tidak segera diantisipasi, bisa jadi berita tersebut akan melebar dan menjadi berita besar. Fungsi media monitoring dan media audit menjadi penting untuk dijalankan di luar kantor pusat. Walaupun seorang kepala kantor wilayah atau kepala cabang dapat menjawab pemberitaan tersebut, namun ia tetap dibatasi oleh aturan-aturan perusahaan. Untuk itu berita daerah juga perlu segera diketahui oleh Corporate Secretary. Sehingga, dengan kewenangannya dapat segera menjawab permasalahan yang timbul atas pemberitaan di koran-koran daerah, atau didelegasikan ke kantor wilayah.
Dalam perubahan baru ini, selayaknya juga di pahami oleh setiap karyawan. Budaya perusahaan tentu saja sudah selayaknya disesuaikan dengan perubahan baru ini. Menjadi tugas penting bagi kita semua yang berada di bawah Corporate Secretary untuk selalu mencoba dan mencari pola dan model komunikasi yang tepat sesuai dengan bentuk perusahaan yang baru. Janganlah menunggu sampai ada masalah kecil yang berpotensi menjadi besar, karena kita tidak cerdik dengan cepat mengantisipasi masalah-masalah komunikasi. Penting dimaklumi bahwa komunikasi adalah dinamika yang terjadi didalam kehidupan manusia, baik di lingkungan keluarga, masyarakat maupun di lingkungan kerjanya di perusahaan.
Bagaimana dengan Bank Mandiri yang telah menjadi perusahaan publik? Marilah kita semua memberikan suatu pemikiran atau kritik yang tepat untuk kemajuan perusahaan ini. Sebelum menjadi kritik pedas secara terbuka di lingkungan masyarakat yang dapat merusak reputasi perusahaan sehingga potensial menyebabkan anjloknya harga saham.
PARADIGMA BARU DALAM PERUSAHAAN PUBLIK
Melihat kenyataan bahwa saat ini Bank Mandiri telah memasuki babak baru, maka telah terjadi beberapa perubahan, terutama dalam struktur organisasi. Posisi Corporate Secretary berada diantara Board of Directors. Mempunyai akses langsung dengan pengambil keputusan tertinggi di perusahaan.
Perubahan lain yang mengikuti adalah munculnya struktur baru, yaitu Corporate Affairs yang berada di bawah tanggung jawab Corporate Secretrary. Serta Investor Relations di bawah tanggung jawab Financial & Information. Namun tidaklah sangat penting untuk menjadi perdebatan panjang , dimana Investor Relations tidak berada di bawah struktur Corporate Affairs atau di bawah langsung Corporate Secretary. Tetapi jelas tanggung jawabnya (Investor Relations) sederajat dengan Corporate Affairs. Sehingga Corporate Secretary setiap saat wajib mendapat laporan dan koordinasi dari Investor Relations yang berfungsi sebagai pelaksana monitoring investor maupun calon investor. Koordinasi ini sangat penting untuk menyelaraskan setiap data yang didapat dari Corporate Affairs maupun dalam pelaksanaan program dan strategi eksternal komunikasi.
Perubahan baru ini, tentu saja juga akan diikuti dengan perubahan-perubahan lain. Yaitu termasuk orientasi pelayanan. Pelayanan publik menjadi unsur terpenting. Peningkatan kinerja, pencapaian laba menjadi suatu orientasi yang sekarang tidak hanya karyawan itu sendiri yang berharap. Namun juga menjadi harapan pemegang saham lainnya di luar karyawan. Deviden menjadi suatu bentuk harapan lain dari setiap pemegang saham di akhir tahun. Laba perusahaan akan berpengaruh kepada besar kecilnya deviden yang akan diterima oleh para pemegang saham di akhir tahun.
Karena itu, dengan perubahan status perusahaan menjadi terbuka maka setiap kegiatan perusahaan akan selalu menjadi pusat perhatian publik. Corporate Affairs akan menjadi tulang punggung bagi keberhasilan Corporate Secretary yang secara resmi menjadi spokesperson perusahaan. Seorang spokesperson tidak akan mempunyai kredibilitas bila tidak didukung oleh data-data yang akurat, penyampaian yang tepat dan cepat. Untuk itulah para analis di bawah Corporate Affairs semakin mempunyai peran penting. Baik yang berada di bawah Departemen UP3, maupun di bawah Departemen OTB. Mereka dituntut untuk dapat segera menyiapkan data-data yang dibutuhkan oleh Corporate Secretary. Kecepatan mendapatkan data maupun memperbaharui data terkini, baik data perkembangan perusahaan maupun kaitannya dengan pihak eksternal yang terkait dengan perusahaan menjadi tugas penting setiap karyawan di bawah departemen tersebut. Mungkin perlu ditambahkan adalah bagaimana suatu pekerjaan di level tersebut dilaksanakan secara sistematis, efektif dan efisien.
Sedangkan para analis yang berada di bawah Departemen Komunikasi, diharapkan dapat menyokong tugas penting seorang spokesperson, dengan menyampaikan laporan hasil kegiatan komunikasi dan sekaligus memberikan masukan mengenai strategi yang tepat dan langkah-langkah yang jitu dalam pelaksanaan programnya.
Sudah saatnya kegiatan komunikasi dengan fungsi yang telah dijalankan di kantor pusat juga mendapatkan perhatian dalam setiap kegiatan di seluruh cabang. Mungkin perlu dipikirkan suatu tugas fungsional atau struktural untuk di kantor wilayah, yang berfungsi memonitoring semua kegiatan komunikasi yang menyangkut dengan identity corporate, image corporate, dan analisis berita. Termasuk di dalamnya program kerja internal, eksternal dan media relations.
Dengan keterbatasan peran ‘spokesperson’ maka hasil monitoring yang dilakukan di kantor wilayah akan sangat berguna untuk ditindaklanjuti oleh kantor pusat. Mengingat, dalam hal ini, kantor pusat mempunyai keterbatasan dalam memonitoring berita pers kerja kantor-kantor cabang.
Tidak semua berita di koran-koran daerah dapat segera dimonitoring. Walaupun berita yang muncul hanya berita lokal suatu daerah, namun dengan cepat akan dapat diketahui di seluruh wilayah Indonesia. Bila berita tersebut tidak segera diantisipasi, bisa jadi berita tersebut akan melebar dan menjadi berita besar. Fungsi media monitoring dan media audit menjadi penting untuk dijalankan di luar kantor pusat. Walaupun seorang kepala kantor wilayah atau kepala cabang dapat menjawab pemberitaan tersebut, namun ia tetap dibatasi oleh aturan-aturan perusahaan. Untuk itu berita daerah juga perlu segera diketahui oleh Corporate Secretary. Sehingga, dengan kewenangannya dapat segera menjawab permasalahan yang timbul atas pemberitaan di koran-koran daerah, atau didelegasikan ke kantor wilayah.
Dalam perubahan baru ini, selayaknya juga di pahami oleh setiap karyawan. Budaya perusahaan tentu saja sudah selayaknya disesuaikan dengan perubahan baru ini. Menjadi tugas penting bagi kita semua yang berada di bawah Corporate Secretary untuk selalu mencoba dan mencari pola dan model komunikasi yang tepat sesuai dengan bentuk perusahaan yang baru. Janganlah menunggu sampai ada masalah kecil yang berpotensi menjadi besar, karena kita tidak cerdik dengan cepat mengantisipasi masalah-masalah komunikasi. Penting dimaklumi bahwa komunikasi adalah dinamika yang terjadi didalam kehidupan manusia, baik di lingkungan keluarga, masyarakat maupun di lingkungan kerjanya di perusahaan.
Bagaimana dengan Bank Mandiri yang telah menjadi perusahaan publik? Marilah kita semua memberikan suatu pemikiran atau kritik yang tepat untuk kemajuan perusahaan ini. Sebelum menjadi kritik pedas secara terbuka di lingkungan masyarakat yang dapat merusak reputasi perusahaan sehingga potensial menyebabkan anjloknya harga saham.
Tiga Fungsi PR Bank Mandiri
Catatan 2003:
Tiga fungsi besar dalam kegiatan PR Bank Mandiri.
Fungsi Media Relations
Fungsi ini, biasanya sulit diperankan oleh seorang Corporate Secretary. Ia yang dulunya jarang bertemu dengan wartawan, maka saat ini hampir setiap waktu akan ‘diganggu’ oleh media massa. Wartawan selalu berdalih bahwa informasi dari perusahaan sangat dibutuhkan untuk ‘cover both side’ atau untuk sekedar konfirmasi atas berita yang mereka dapat. Mereka juga selalu berdalih bahwa terbatas dengan ‘waktu’ karena akan dirapatkan oleh redaksi dan segera naik cetak. Sehingga perusahaan tidak dapat menghindar dari desakan-desakan media.
Terlepas dari alasan-alasan tersebut, maka tidak ada alasan bahwa Corporate Secretary dapat menghindar dengan tenang. Kita tahu, selain beban pekerjaan yang sudah menumpuk di internal perusahaan, seorang Corporate Secretray juga akan mendapat beban eksternal dari media, seperti di atas. Dibutuhkan partnership yang kuat dan kompak dalam menjalin hubungan dengan masyarakat pers. Para analis di Departemen Komunikasi, khususnya dibidang media relations mempunyai fungsi dan peran penting dalam menjaga serta menjalin hubungan baik dengan media. Kadangkala seorang analis di media relations harus rela menjadikan dirinya sebagai ‘bumper’.
Ketika Corporate Secretary belum dapat memberikan keterangan maka di level Departemen Komunikasi harus bisa menjelaskannya bahwa ‘boss’ saat ini belum dapat menjawab, masih memerlukan waktu dan koordinasi dengan tim terkait. Namun, hal tersebut tentu saja tidak akan membuat puas seorang wartawan. Dalam hal ini, wajib bagi para media relations, memahami cara kerja maupun kode etik jurnalistik. Penting hal ini dikuasai agar ada kesetaraan dalam setiap kegiatan dengan pers.
Perlu dibuat suatu mekanisme dalam mem back up tugas dan fungsi spokesperson. Antara lain bertugas untuk membuat panduan informasi, mungkin dalam bentuk Question and Answer (Q&A) yang baku. Namun dalam tugasnya mem back-up, tidak boleh di quote namanya. Yang di quote tetap nama Corporate Secretary. Buku atau catatan panduan Anticipated Q&A sangat vital bagi Bank Mandiri.
Selain itu, agar Corporate Secretary berperan dengan baik, maka analis-analis yang ada di Departemen Komunikasi seyogyanya juga memiliki kemampuan di bidang jurnalistik. Seperti mampu menulis berita secara cepat dan secara teknis juga mengetahui, berita atau foto yang bagaimana yang layak muat, tanpa diedit ‘habis-habisan’ oleh redaktur media.
Selain itu, juga mampu membuat suatu analisa dasar mengenai berita yang muncul sesuai dengan bidang pekerjaan. Tugas ini sangat penting untuk setiap hari dilakukan oleh bagian media relations, yaitu seperti monitoring berita yang muncul. Monitoring ini akan semakin bermanfaat bila di analisa, tidak hanya baik dan buruknya namun juga implikasi-implikasi yang ditimbulkan serta untuk melakukan ‘mapping’ terhadap latar belakang berita maupun wartawan ketika menulis berita.
Hasil tersebut berguna untuk segera dicarikan jalan keluar yang tepat. Karena kita tahu, prinsip jurnalistik, tidak akan menunggu lama suatu informasi. Mereka saling berlomba untuk mendapatkan berita eksklusif. Sehingga bila ada berita negatif, setiap analis di bidang media relations sudah dapat segera mengantisipasinya dengan membuat laporan dan saran ke Corporate Secretary. Agar dapat dijawab sesuai dengan kebutuhan pers.
Suatu hal yang juga sangat penting adalah menjaga hubungan baik dengan pers secara proaktif, tidak hanya reaktif; menggunakan hak jawab, membantah, mengomentari, dikejar-kejar wartawan. Hal ini harus dapat dipelihara terus menerus oleh perusahaan, tanpa harus ‘menjual diri’. Apalagi ketika menjadi perusahaan publik. Peran ganda pers kadang kala membuat suatu perusahaan suatu saat merasa tersanjung dan di waktu yang lain perusahaan akan merasakan tajamnya tulisan wartawan yang merobek-robek seluruh organ tubuh.
Karena pentingnya bidang pekerjaan ini (media audit dan monitoring berita), maka jika perlu tim ini diperkuat oleh karyawan yang memiliki kemampuan khusus dalam bidang komunikasi dan jurnalistik. Khususnya, kemampuan dalam aspek penelitan komunikasi. dengan menggunakan pendekatan analisa isi berita maupun analisa bahasa dan kemampuan melakukan media intelligence antara lain memanfaatkan monitoring berita harian maupun pendekatan personal kepada wartawannya dengan mengadakan pertemuan-pertemuan informal yang tidak terkesan sedang mencari sesuatu. Sangat diperlukan orang yang mempunyai bakat komunikasi interpersonal yang baik. Dasar-dasar pengukuran komunikasi tersebut tidak akan berguna bila tidak didalami dengan kemampuan pengetahuan dasar perbankan itu sendiri.
Dalam pelaksanaanya, media relations juga perlu mengelola issues management dengan baik. Pengelolaan isu-isu secara proaktif, anticipated, sehingga dapat di pre-empt dan tidak dikejar-kejar, dipojokkan media, di framing, dan lain sebagainya. Wacana mengenai pengelolaan issues management perlu terus di angkat kepermukaan, mengingat status Tbk., membuat informasi menjadi sangat tidak rahasia lagi. Namun, siapa yang dapat melaksanakannya tanpa membuat suatu ketersinggungan yang dalam dalam memberi saran-saran dalam strategi komunikasi proaktif ini. Mengingat issues ini berkaitan langsung dengan manajemen di top level.
Fungsi Eksternal
Publiknya menjadi lebih melebar. Bukan hanya karyawan namun sangat bervariasi Sehingga setiap kegiatan eksternal, lebih dititik beratkan kepada suatu pencapaian tujuan yang terarah kepada publik yang tepat. Sesuai dengan program eksternal.
Kegiatan eksternal, biasanya akan menggunakan biaya yang cukup material. Hubungan dengan pihak diluar perusahaan diikat dalam bentuk surat perjanjian kerjasama, karena berkaitan dengan biaya yang cukup material. Sehingga kegiatan eksternal ini, kemungkinan akan menjadi pusat perhatian stakeholder. Publik pemegang saham tidak akan rela dan serta merta setuju dengan setiap kegiatan yang diprogramkan. Publik akan selalu mengintip, ingin tahu, serta mencoba menganalisis semua kegiatan eksternal yang material.
Promosi, sponsorships, maupun donasi harus benar-benar dicermati. Tidak terkesan untuk membuat suatu program tanpa memperhitungkan tanggung jawabnya kepada publik pemegang saham. Kepekaan dituntut untuk selalu diasah. Peran para analis sangat penting. Sebelum mengajukan usulan program sesuai dengan visi dan misi, sudah selayaknya melakukan evaluasi. Baik evaluasi sebelum dijalankan, maupun evaluasi setelah program dilaksanakan. Kedisiplinan dalam evaluasi setiap program, merupakan suatu keharusan.
Publik mungkin suatu ketika, membuat surat pembaca di media karena ketidak puasan terhadap program komunikasi yang dibuat. Publik akan mengkritik, mengecam atau hanya sekedar bertanya atas kegiatan sponsorship atau iklan-iklan yang dibuat oleh perusahaan. Fungsi evaluasi tersebut akan sangat memudahkan Corporate Secretary sebagai ‘spokesperson’ menjelaskan tujuan dan manfaat program komunikasi tersebut.
Fungsi Internal
Selama ini, kita telah mencoba menjalankan fungsi internal dengan sebaik mungkin. Namun, apakah sudah diukur efektifitas dan efisiensi setiap kegiatannya? Sebagai contoh suatu kegiatan internal yang telah mendapat banyak komentar positif adalah pengelolaan ‘BULETIN Bank Mandiri’. Banyak manfaat dirasakan oleh karyawan akan keberadaan buletin ini. Dari pertama terbit di tahun 1999 sampai sekarang, harapan karyawan ketika membaca publikasi tersebut adalah mendapatkan informasi perusahaan, baik manajemen, produk-produk, kebijakan dan sering ditunggu adalah berita-berita yang langsung menyangkut kebijakan penting mengenai kesejahteraan pegawai.
Melihat keberhasilan pengelolaan Buletin tersebut, kita harus berani untuk membuat agar buletin itu tetap eksis, bahkan lebih baik dari sebelumnya. Apakah taktik komunikasi yang dijalankan dalam pengelolaan majalah internal sudah dijalankan dengan tepat? Bagaimana dengan isi, layout dan hasil cetaknya? Beranikan kita mengukur kekurangan yang ada menjadi awal momentum keberhasilan selanjutnya? Hasil yang positif dari pengelolaan Buletin ini, ternyata adalah kerjasama tim yang kuat. Keberadaan karyawan dalam pengurusan buletin tersebut, mempunyai peran yang saling dukung mendukung. Ini sangat positif dan dapat dijadikan contoh dalam setiap kegiatan komunikasi lainnya.
Selain buletin, tentu, masih banyak kegiatan-kegiatan internal lainnya, yang belum menjadi perhatian khusus. Kerja sama tim yang terjalin di buletin dapat menjadi contoh yang positif dalam membuat model komunikasi interpersonal lainnya. Kerjasama itu akan dapat dijadikan tolok ukur untuk kegiatan komunikasi lainnya.
Melihat ilustrasi di atas, maka sudah saatnya, kita lebih kritis dalam pengelolaan ‘Buletin’. Karena pembaca Buletin, bukan lagi karyawan, mungkin saja pemegang saham. Mungkin dulu, pemegang saham ini pernah membaca buletin sepintas lalu. Sekedar membaca, tanpa memperhatikan secara khusus apa yang dibaca. Namun, ketika sadar saat ini ia adalah pemegang saham, maka secara emosional, apa yang telah dibacanya akan membuatnya lebih kritis.
Ia akan mencari sesuatu yang penting menurut sudut pandangnya. Apakah isinya sesuai dengan kepentingannya? Sehingga, bila melihat keadaan ini, maka setiap kegiatan internal komunikasi, harus dapat memprediksi keadaan yang akan terjadi kemudian. Isinya pun perlu diteliti, apakah berdampak terhadap kepentingan publik selain untuk pembaca karyawan itu sendiri? Aturan-aturan dalam perusahaan publik dalam penyampaian informasi harus dipenuhi. Label standar perlu disampaikan dalam informasi di publikasi tersebut sesuai ketentuan otoritas Bapepam.
Publikasi internal ini menjadi penting, karena terkait dengan aturan-aturan umum yang tertuang dalam undang-undang. Bentuk publikasi lainnya di kegiatan internal komunikasi sangat perlu menjadi perhatian khusus. Masih ada beberapa kegiatan publikasi internal lainnya, seperti pengelolaan website, newsletter ataupun pengumuman-pengumuman internal lainnya, yang mungkin akan secara tidak sengaja terbaca oleh selain target pembacanya. Programnya saat ini sudah seharusnya dipikirkan untuk bergeser kepada publik yang heterogen tidak semata internal karyawan.
Tiga fungsi besar dalam kegiatan PR Bank Mandiri.
Fungsi Media Relations
Fungsi ini, biasanya sulit diperankan oleh seorang Corporate Secretary. Ia yang dulunya jarang bertemu dengan wartawan, maka saat ini hampir setiap waktu akan ‘diganggu’ oleh media massa. Wartawan selalu berdalih bahwa informasi dari perusahaan sangat dibutuhkan untuk ‘cover both side’ atau untuk sekedar konfirmasi atas berita yang mereka dapat. Mereka juga selalu berdalih bahwa terbatas dengan ‘waktu’ karena akan dirapatkan oleh redaksi dan segera naik cetak. Sehingga perusahaan tidak dapat menghindar dari desakan-desakan media.
Terlepas dari alasan-alasan tersebut, maka tidak ada alasan bahwa Corporate Secretary dapat menghindar dengan tenang. Kita tahu, selain beban pekerjaan yang sudah menumpuk di internal perusahaan, seorang Corporate Secretray juga akan mendapat beban eksternal dari media, seperti di atas. Dibutuhkan partnership yang kuat dan kompak dalam menjalin hubungan dengan masyarakat pers. Para analis di Departemen Komunikasi, khususnya dibidang media relations mempunyai fungsi dan peran penting dalam menjaga serta menjalin hubungan baik dengan media. Kadangkala seorang analis di media relations harus rela menjadikan dirinya sebagai ‘bumper’.
Ketika Corporate Secretary belum dapat memberikan keterangan maka di level Departemen Komunikasi harus bisa menjelaskannya bahwa ‘boss’ saat ini belum dapat menjawab, masih memerlukan waktu dan koordinasi dengan tim terkait. Namun, hal tersebut tentu saja tidak akan membuat puas seorang wartawan. Dalam hal ini, wajib bagi para media relations, memahami cara kerja maupun kode etik jurnalistik. Penting hal ini dikuasai agar ada kesetaraan dalam setiap kegiatan dengan pers.
Perlu dibuat suatu mekanisme dalam mem back up tugas dan fungsi spokesperson. Antara lain bertugas untuk membuat panduan informasi, mungkin dalam bentuk Question and Answer (Q&A) yang baku. Namun dalam tugasnya mem back-up, tidak boleh di quote namanya. Yang di quote tetap nama Corporate Secretary. Buku atau catatan panduan Anticipated Q&A sangat vital bagi Bank Mandiri.
Selain itu, agar Corporate Secretary berperan dengan baik, maka analis-analis yang ada di Departemen Komunikasi seyogyanya juga memiliki kemampuan di bidang jurnalistik. Seperti mampu menulis berita secara cepat dan secara teknis juga mengetahui, berita atau foto yang bagaimana yang layak muat, tanpa diedit ‘habis-habisan’ oleh redaktur media.
Selain itu, juga mampu membuat suatu analisa dasar mengenai berita yang muncul sesuai dengan bidang pekerjaan. Tugas ini sangat penting untuk setiap hari dilakukan oleh bagian media relations, yaitu seperti monitoring berita yang muncul. Monitoring ini akan semakin bermanfaat bila di analisa, tidak hanya baik dan buruknya namun juga implikasi-implikasi yang ditimbulkan serta untuk melakukan ‘mapping’ terhadap latar belakang berita maupun wartawan ketika menulis berita.
Hasil tersebut berguna untuk segera dicarikan jalan keluar yang tepat. Karena kita tahu, prinsip jurnalistik, tidak akan menunggu lama suatu informasi. Mereka saling berlomba untuk mendapatkan berita eksklusif. Sehingga bila ada berita negatif, setiap analis di bidang media relations sudah dapat segera mengantisipasinya dengan membuat laporan dan saran ke Corporate Secretary. Agar dapat dijawab sesuai dengan kebutuhan pers.
Suatu hal yang juga sangat penting adalah menjaga hubungan baik dengan pers secara proaktif, tidak hanya reaktif; menggunakan hak jawab, membantah, mengomentari, dikejar-kejar wartawan. Hal ini harus dapat dipelihara terus menerus oleh perusahaan, tanpa harus ‘menjual diri’. Apalagi ketika menjadi perusahaan publik. Peran ganda pers kadang kala membuat suatu perusahaan suatu saat merasa tersanjung dan di waktu yang lain perusahaan akan merasakan tajamnya tulisan wartawan yang merobek-robek seluruh organ tubuh.
Karena pentingnya bidang pekerjaan ini (media audit dan monitoring berita), maka jika perlu tim ini diperkuat oleh karyawan yang memiliki kemampuan khusus dalam bidang komunikasi dan jurnalistik. Khususnya, kemampuan dalam aspek penelitan komunikasi. dengan menggunakan pendekatan analisa isi berita maupun analisa bahasa dan kemampuan melakukan media intelligence antara lain memanfaatkan monitoring berita harian maupun pendekatan personal kepada wartawannya dengan mengadakan pertemuan-pertemuan informal yang tidak terkesan sedang mencari sesuatu. Sangat diperlukan orang yang mempunyai bakat komunikasi interpersonal yang baik. Dasar-dasar pengukuran komunikasi tersebut tidak akan berguna bila tidak didalami dengan kemampuan pengetahuan dasar perbankan itu sendiri.
Dalam pelaksanaanya, media relations juga perlu mengelola issues management dengan baik. Pengelolaan isu-isu secara proaktif, anticipated, sehingga dapat di pre-empt dan tidak dikejar-kejar, dipojokkan media, di framing, dan lain sebagainya. Wacana mengenai pengelolaan issues management perlu terus di angkat kepermukaan, mengingat status Tbk., membuat informasi menjadi sangat tidak rahasia lagi. Namun, siapa yang dapat melaksanakannya tanpa membuat suatu ketersinggungan yang dalam dalam memberi saran-saran dalam strategi komunikasi proaktif ini. Mengingat issues ini berkaitan langsung dengan manajemen di top level.
Fungsi Eksternal
Publiknya menjadi lebih melebar. Bukan hanya karyawan namun sangat bervariasi Sehingga setiap kegiatan eksternal, lebih dititik beratkan kepada suatu pencapaian tujuan yang terarah kepada publik yang tepat. Sesuai dengan program eksternal.
Kegiatan eksternal, biasanya akan menggunakan biaya yang cukup material. Hubungan dengan pihak diluar perusahaan diikat dalam bentuk surat perjanjian kerjasama, karena berkaitan dengan biaya yang cukup material. Sehingga kegiatan eksternal ini, kemungkinan akan menjadi pusat perhatian stakeholder. Publik pemegang saham tidak akan rela dan serta merta setuju dengan setiap kegiatan yang diprogramkan. Publik akan selalu mengintip, ingin tahu, serta mencoba menganalisis semua kegiatan eksternal yang material.
Promosi, sponsorships, maupun donasi harus benar-benar dicermati. Tidak terkesan untuk membuat suatu program tanpa memperhitungkan tanggung jawabnya kepada publik pemegang saham. Kepekaan dituntut untuk selalu diasah. Peran para analis sangat penting. Sebelum mengajukan usulan program sesuai dengan visi dan misi, sudah selayaknya melakukan evaluasi. Baik evaluasi sebelum dijalankan, maupun evaluasi setelah program dilaksanakan. Kedisiplinan dalam evaluasi setiap program, merupakan suatu keharusan.
Publik mungkin suatu ketika, membuat surat pembaca di media karena ketidak puasan terhadap program komunikasi yang dibuat. Publik akan mengkritik, mengecam atau hanya sekedar bertanya atas kegiatan sponsorship atau iklan-iklan yang dibuat oleh perusahaan. Fungsi evaluasi tersebut akan sangat memudahkan Corporate Secretary sebagai ‘spokesperson’ menjelaskan tujuan dan manfaat program komunikasi tersebut.
Fungsi Internal
Selama ini, kita telah mencoba menjalankan fungsi internal dengan sebaik mungkin. Namun, apakah sudah diukur efektifitas dan efisiensi setiap kegiatannya? Sebagai contoh suatu kegiatan internal yang telah mendapat banyak komentar positif adalah pengelolaan ‘BULETIN Bank Mandiri’. Banyak manfaat dirasakan oleh karyawan akan keberadaan buletin ini. Dari pertama terbit di tahun 1999 sampai sekarang, harapan karyawan ketika membaca publikasi tersebut adalah mendapatkan informasi perusahaan, baik manajemen, produk-produk, kebijakan dan sering ditunggu adalah berita-berita yang langsung menyangkut kebijakan penting mengenai kesejahteraan pegawai.
Melihat keberhasilan pengelolaan Buletin tersebut, kita harus berani untuk membuat agar buletin itu tetap eksis, bahkan lebih baik dari sebelumnya. Apakah taktik komunikasi yang dijalankan dalam pengelolaan majalah internal sudah dijalankan dengan tepat? Bagaimana dengan isi, layout dan hasil cetaknya? Beranikan kita mengukur kekurangan yang ada menjadi awal momentum keberhasilan selanjutnya? Hasil yang positif dari pengelolaan Buletin ini, ternyata adalah kerjasama tim yang kuat. Keberadaan karyawan dalam pengurusan buletin tersebut, mempunyai peran yang saling dukung mendukung. Ini sangat positif dan dapat dijadikan contoh dalam setiap kegiatan komunikasi lainnya.
Selain buletin, tentu, masih banyak kegiatan-kegiatan internal lainnya, yang belum menjadi perhatian khusus. Kerja sama tim yang terjalin di buletin dapat menjadi contoh yang positif dalam membuat model komunikasi interpersonal lainnya. Kerjasama itu akan dapat dijadikan tolok ukur untuk kegiatan komunikasi lainnya.
Melihat ilustrasi di atas, maka sudah saatnya, kita lebih kritis dalam pengelolaan ‘Buletin’. Karena pembaca Buletin, bukan lagi karyawan, mungkin saja pemegang saham. Mungkin dulu, pemegang saham ini pernah membaca buletin sepintas lalu. Sekedar membaca, tanpa memperhatikan secara khusus apa yang dibaca. Namun, ketika sadar saat ini ia adalah pemegang saham, maka secara emosional, apa yang telah dibacanya akan membuatnya lebih kritis.
Ia akan mencari sesuatu yang penting menurut sudut pandangnya. Apakah isinya sesuai dengan kepentingannya? Sehingga, bila melihat keadaan ini, maka setiap kegiatan internal komunikasi, harus dapat memprediksi keadaan yang akan terjadi kemudian. Isinya pun perlu diteliti, apakah berdampak terhadap kepentingan publik selain untuk pembaca karyawan itu sendiri? Aturan-aturan dalam perusahaan publik dalam penyampaian informasi harus dipenuhi. Label standar perlu disampaikan dalam informasi di publikasi tersebut sesuai ketentuan otoritas Bapepam.
Publikasi internal ini menjadi penting, karena terkait dengan aturan-aturan umum yang tertuang dalam undang-undang. Bentuk publikasi lainnya di kegiatan internal komunikasi sangat perlu menjadi perhatian khusus. Masih ada beberapa kegiatan publikasi internal lainnya, seperti pengelolaan website, newsletter ataupun pengumuman-pengumuman internal lainnya, yang mungkin akan secara tidak sengaja terbaca oleh selain target pembacanya. Programnya saat ini sudah seharusnya dipikirkan untuk bergeser kepada publik yang heterogen tidak semata internal karyawan.
PR - di Perusahaan Tbk
Catatan 2003
PUBLIC RELATIONS DALAM PERSEROAN TERBUKA
Bila seorang dokter sedang melakukan operasi jantung pasiennya, maka tidak jantung itu saja yang menjadi fokus perhatian. Banyak hal, yaitu dari kesiapan mental sampai ke seluruh organ yang ada di dalam tubuh manusia akan menjadi perhatian si dokter.
Begitu pula dengan kegiatan PR. Ketika terdapat suatu ketidak nyamanan pelayanan yang dirasakan publik, maka akan berdampak luas ke publik yang lain. Perlu juga mendiagnosis setiap akibat yang akan dan mungkin terjadi di publik yang lainnya. Tidak hanya konsentrasi dalam satu sasaran publik. Dan, kenapa PR mempunyai peran penting, dalam menelaah publiknya yang heterogen? Bagaimana dan apa strategi komunikasi yang dijalankan dalam kepentingan publik perusahaan? Hal ini dapat kita lihat dan telaah dari definisi PR dan bagaimana hubungannya dengan strategi dan pengoperasionalan program-program komunikasi.
Definisi PR (IPRA, 1978 di Mexico), menyebutkan PR sebagai suatu seni dan ilmu yang menganalisis kecenderungan-kecenderungan dan prediksi dari penerapan pelaksanaan suatu program atau rencana perusahaan/organisasi yang bertujuan dalam menjalankan fungsi pelayanan terhadap kedua unsur penting yaitu melayani kepentingan publik dan organisasi/perusahaan secara bersamaan.
Penerapannya, PR dibutuhkan karena dalam pelaksanaannya harus dapat diterapkan sebagai seni dan ilmu terapan. Sebagai ilmu maka pertanggung jawaban terhadap hasil kerja menjadi penting. Yaitu bertanggung jawab atas penggunaan biaya dan hasil yang dicapai dengan sangat terukur. Hasil yang efisien dan efektif merupakan tuntutan terakhir dari semua kegiatan PR.
Sebagai seni, ia harus dapat memainkan peran sebaik mungkin karena selalu berhadapan dengan publik yang sebenarnya adalah merupakan unsur manusia itu sendiri. Layaknya seorang konduser orkestra, ia berperan sebagai pemimpin dari tim keseluruhan. Ada yang memainkan biola, gitar, piano dan lain-lain. Ia turut serta dalam ekspresi seni yang diperankan oleh seluruh anggota timnya. Kadangkala tangannya menunjuk ke atas, ke samping, badan dan bahkan seluruh anggota badannya bergoyang mengikuti irama musik. Semuanya adalah bentuk dari ekspresi seni.
Begitu pula dalam kegiatan PR. Ia berperan layaknya seorang seniman. Ia mencoba untuk dapat mengerti keutuhan dan keharmonisan yang juga ditunggu oleh publiknya sebagai suatu rangkaian yang utuh. Tujuannya jelas yaitu melayani kepentingan publik.
Dalam hal ini publik tidak berdiri sendiri. Publik terintegrasi di dalam lingkungan dan kepentingan-kepentingannya. Termasuk juga kepentingan perusahaan itu sendiri. Strategi yang perlu diterapkan lebih kepada perhatian penuh pada masalah-masalah atau prediksi yang terjadi di lingkungan politik, di lingkungan ekonomi, masalah teknologi dan masalah sosial.
Lingkungan Publik Perusahaan
Publik internal dan eksternal, tidaklah berdiri sendiri mereka berinteraksi di lingkungannya. Di bawah ini lingkungan publik yang menjadi perhatian setiap kegiatan PR perusahaan adalah :
Terhadap masalah-masalah politik
Perusahaan harus cepat mengantisipasi perubahan peraturan, undang-undang, keputusan menteri dan mengantisipasi pengaruh dari tekanan keputusan yang terkait dengan sistem politik dan kepemerintahan.
Terhadap masalah-masalah ekonomi
Apakah perusahaan akan membuat laba yang meningkat setiap tahun, pengaruh-pengaruh ekonomi makro, dan mikro apa saja yang akan mempengaruhi perusahaan. Jelas, didalam perbankan unsur ini sudah secara rutin dijalankan.
Terhadap teknologi
Saat ini perkembangan teknologi begitu cepat. Investasi biaya tinggipun dibutuhkan dengan resiko yang tinggi pula. Sudahkah perusahaan mempunyai orang-orang yang ahli dibidang teknologi untuk tercapainya tujuan perusahaan?
Terhadap masalah sosial
Apa yang menjadi tanggung jawab sosial perusahaan? Berhentikah tujuan perusahaan kepada pencapaian laba perusahaan semata? Terjadikah kepincangan sosial di lingkungan perusahaan? Bagaimana tanggung jawab sosial perusahaan? Masyarakat di lingkungan terdekat perusahaan merupakan publik yang menjadi perhatian khusus dalam PR. Sebagai contoh, bantuan-bantuan tertentu kepada perkembangan di lingkungan masyarakat terdekat dari perusahaan, akan menjadi pembicaraan positif dan mempunyai dampak yang positif juga. Masyarakat di lingkungan itu akan juga merasakan seolah-olah perusahaan itu juga miliknya. Jika terjadi sesuatu hal menimpa perusahaan maka publik akan bersimpati dan berempati. Dan mereka termasuk publik yang setia.
Strategi PR disesuaikan dengan beberapa keadaan yang terjadi dalam lingkungan publik tersebut. Strategi PR harus dapat bertahan dalam waktu yang lebih panjang. Konsep yang dibuatpun merupakan hasil dari suatu proses belajar atau refleksi dari suatu pemikiran yang dalam. Strategi yang dijalankan harus dapat mengidentifikasi seluruh kesempatan dan pokok permasalahan. Pencapaian tujuannyapun diharapkan efektif dengan sudut pandang dari stakeholder nya.
Dalam operasionalnya, PR dijalankan dalam waktu yang tepat dan cepat, mengingat publik yang dihadapi adalah manusia dengan yang mempunyai sifat, emosi dan karakteristik yang berbeda. Selain itu, hasil nyata dari kegiatan rutinnya harus mudah dimengerti publik. Diharapkan pencapaian tujuannya berjalan secara efisien. Pengoperasian program komunikasi didalam strategi dan taktik yang jitu dan tepat, harus dapat dipisahkan antara kepentingan publik dan kepentingan perusahaan secara sepihak.
Kaitannya dengan strategi dan pengoperasian program PR, maka Departemen Komunikasi di bawah Corsec mempunyai peran strategis. Ia akan bertugas memberikan masukan yang tepat. Hasil positif selalu diharapkan dalam setiap kegiatannya.
Departemen Komunikasilah akan membarikan saran-saran dan langkah-langkah strategis dalam kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Corporate Secretary. Peran Departemen Komunikasi menjadi lebih penting ketika status perusahaan menjadi perusahaan terbuka. Dibutuhkan kreativitas, inisiatif dari setiap karyawan yang berada di dalamnya. Bagaimana tidak?
PUBLIC RELATIONS DALAM PERSEROAN TERBUKA
Bila seorang dokter sedang melakukan operasi jantung pasiennya, maka tidak jantung itu saja yang menjadi fokus perhatian. Banyak hal, yaitu dari kesiapan mental sampai ke seluruh organ yang ada di dalam tubuh manusia akan menjadi perhatian si dokter.
Begitu pula dengan kegiatan PR. Ketika terdapat suatu ketidak nyamanan pelayanan yang dirasakan publik, maka akan berdampak luas ke publik yang lain. Perlu juga mendiagnosis setiap akibat yang akan dan mungkin terjadi di publik yang lainnya. Tidak hanya konsentrasi dalam satu sasaran publik. Dan, kenapa PR mempunyai peran penting, dalam menelaah publiknya yang heterogen? Bagaimana dan apa strategi komunikasi yang dijalankan dalam kepentingan publik perusahaan? Hal ini dapat kita lihat dan telaah dari definisi PR dan bagaimana hubungannya dengan strategi dan pengoperasionalan program-program komunikasi.
Definisi PR (IPRA, 1978 di Mexico), menyebutkan PR sebagai suatu seni dan ilmu yang menganalisis kecenderungan-kecenderungan dan prediksi dari penerapan pelaksanaan suatu program atau rencana perusahaan/organisasi yang bertujuan dalam menjalankan fungsi pelayanan terhadap kedua unsur penting yaitu melayani kepentingan publik dan organisasi/perusahaan secara bersamaan.
Penerapannya, PR dibutuhkan karena dalam pelaksanaannya harus dapat diterapkan sebagai seni dan ilmu terapan. Sebagai ilmu maka pertanggung jawaban terhadap hasil kerja menjadi penting. Yaitu bertanggung jawab atas penggunaan biaya dan hasil yang dicapai dengan sangat terukur. Hasil yang efisien dan efektif merupakan tuntutan terakhir dari semua kegiatan PR.
Sebagai seni, ia harus dapat memainkan peran sebaik mungkin karena selalu berhadapan dengan publik yang sebenarnya adalah merupakan unsur manusia itu sendiri. Layaknya seorang konduser orkestra, ia berperan sebagai pemimpin dari tim keseluruhan. Ada yang memainkan biola, gitar, piano dan lain-lain. Ia turut serta dalam ekspresi seni yang diperankan oleh seluruh anggota timnya. Kadangkala tangannya menunjuk ke atas, ke samping, badan dan bahkan seluruh anggota badannya bergoyang mengikuti irama musik. Semuanya adalah bentuk dari ekspresi seni.
Begitu pula dalam kegiatan PR. Ia berperan layaknya seorang seniman. Ia mencoba untuk dapat mengerti keutuhan dan keharmonisan yang juga ditunggu oleh publiknya sebagai suatu rangkaian yang utuh. Tujuannya jelas yaitu melayani kepentingan publik.
Dalam hal ini publik tidak berdiri sendiri. Publik terintegrasi di dalam lingkungan dan kepentingan-kepentingannya. Termasuk juga kepentingan perusahaan itu sendiri. Strategi yang perlu diterapkan lebih kepada perhatian penuh pada masalah-masalah atau prediksi yang terjadi di lingkungan politik, di lingkungan ekonomi, masalah teknologi dan masalah sosial.
Lingkungan Publik Perusahaan
Publik internal dan eksternal, tidaklah berdiri sendiri mereka berinteraksi di lingkungannya. Di bawah ini lingkungan publik yang menjadi perhatian setiap kegiatan PR perusahaan adalah :
Terhadap masalah-masalah politik
Perusahaan harus cepat mengantisipasi perubahan peraturan, undang-undang, keputusan menteri dan mengantisipasi pengaruh dari tekanan keputusan yang terkait dengan sistem politik dan kepemerintahan.
Terhadap masalah-masalah ekonomi
Apakah perusahaan akan membuat laba yang meningkat setiap tahun, pengaruh-pengaruh ekonomi makro, dan mikro apa saja yang akan mempengaruhi perusahaan. Jelas, didalam perbankan unsur ini sudah secara rutin dijalankan.
Terhadap teknologi
Saat ini perkembangan teknologi begitu cepat. Investasi biaya tinggipun dibutuhkan dengan resiko yang tinggi pula. Sudahkah perusahaan mempunyai orang-orang yang ahli dibidang teknologi untuk tercapainya tujuan perusahaan?
Terhadap masalah sosial
Apa yang menjadi tanggung jawab sosial perusahaan? Berhentikah tujuan perusahaan kepada pencapaian laba perusahaan semata? Terjadikah kepincangan sosial di lingkungan perusahaan? Bagaimana tanggung jawab sosial perusahaan? Masyarakat di lingkungan terdekat perusahaan merupakan publik yang menjadi perhatian khusus dalam PR. Sebagai contoh, bantuan-bantuan tertentu kepada perkembangan di lingkungan masyarakat terdekat dari perusahaan, akan menjadi pembicaraan positif dan mempunyai dampak yang positif juga. Masyarakat di lingkungan itu akan juga merasakan seolah-olah perusahaan itu juga miliknya. Jika terjadi sesuatu hal menimpa perusahaan maka publik akan bersimpati dan berempati. Dan mereka termasuk publik yang setia.
Strategi PR disesuaikan dengan beberapa keadaan yang terjadi dalam lingkungan publik tersebut. Strategi PR harus dapat bertahan dalam waktu yang lebih panjang. Konsep yang dibuatpun merupakan hasil dari suatu proses belajar atau refleksi dari suatu pemikiran yang dalam. Strategi yang dijalankan harus dapat mengidentifikasi seluruh kesempatan dan pokok permasalahan. Pencapaian tujuannyapun diharapkan efektif dengan sudut pandang dari stakeholder nya.
Dalam operasionalnya, PR dijalankan dalam waktu yang tepat dan cepat, mengingat publik yang dihadapi adalah manusia dengan yang mempunyai sifat, emosi dan karakteristik yang berbeda. Selain itu, hasil nyata dari kegiatan rutinnya harus mudah dimengerti publik. Diharapkan pencapaian tujuannya berjalan secara efisien. Pengoperasian program komunikasi didalam strategi dan taktik yang jitu dan tepat, harus dapat dipisahkan antara kepentingan publik dan kepentingan perusahaan secara sepihak.
Kaitannya dengan strategi dan pengoperasian program PR, maka Departemen Komunikasi di bawah Corsec mempunyai peran strategis. Ia akan bertugas memberikan masukan yang tepat. Hasil positif selalu diharapkan dalam setiap kegiatannya.
Departemen Komunikasilah akan membarikan saran-saran dan langkah-langkah strategis dalam kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Corporate Secretary. Peran Departemen Komunikasi menjadi lebih penting ketika status perusahaan menjadi perusahaan terbuka. Dibutuhkan kreativitas, inisiatif dari setiap karyawan yang berada di dalamnya. Bagaimana tidak?
CORSEC dan FUNGSI PR
Catatan 2003:
IMPLEMENTASI CORPORATE SECRETARY DALAM FUNGSI PUBLIC RELATIONS
Di awal tulisan ini, ada kekhawatiran publik merasa tertipu dan kecewa selanjutnya memicu sentimen negatif yang berakibat jatuhnya harga saham perusahaan. Hal itu didasari karena informasi yang material tidak segera didapat. Publik sangat perlu informasi mengenai keadaan perusahaan, untuk dianalisis kecendrungan-kecendrungan yang dapat mempengaruhi naik-turunnya harga saham. Informasi tersebut diperlukan, karena akan mempengaruhi niat jual-beli, dan upaya mempertahankan kepemilikan sahamnya.
Publik
Untuk mendapatkan hasil yang efektif dan efisien dalam mengantisipasi kejadian di atas maka sangat penting bagi PR segera mengklasifikasi publik secara tepat. Dalam paradigma lama, kita hanya melihat publik terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu publik internal (dikategorikan dengan karyawan) dan publik eksternal termasuk stakeholder.
Sudut pandang tersebut seyogyanya segera digeser manakala telah menjadi perusahaan publik. Hal ini penting untuk menentukan strategi yang tepat dalam usaha memelihara hubungan yang terintegrasi dengan publik tersebut.
Pengklasifikasian publik secara tepat diperlukan dalam setiap program PR agar dapat mengantisipasi apa yang sedang terjadi didalam kepentingan-kepentingannya. Juga untuk dapat hasil akhir yang optimal dalam setiap program kerja PR, yaitu efektifitas dan efisiensi setiap kegiatannya.
Sebagai perusahaan publik, maka unsur kehati-hatian sangat berperan penting. Setiap informasi akan mempunyai arti yang berbeda bagi setiap pemegang saham. Walaupun hanya 20% saham yang dilepas oleh Bank Mandiri, dan jelas dari unsur tersebut saham mayoritas (80%) masih tetap dipegang oleh pemegang saham lama, namun kita tidak boleh menganggap remeh 20% lain si pemegang saham baru ini.
Secara psikologis, 20% publik pemegang saham mempunyai karakteristik yang heterogen. Mari kita lihat, publik cenderung akan melihat ke masa depan, apa keuntungan yang akan diraihnya. Kebutuhannyapun bergerak dari primer, secondary menjadi marginal. Selain itu, publik yang biasanya mendukung bisa berubah menjadi pelawan dan tidak terikat kepada perusahaan. Dan kecenderungan lain publik yang tadinya memilih untuk berdiam diri tidak berpendapat, akan berubah menjadi publik yang selalu berpendapat (vokal), kadang kala publik ini dapat mempengaruhi keputusan mayoritas.
Suatu hal yang luar biasa akan terjadi bila, publik yang dikategorikan didalam 20% pemegang saham itu secara serentak, menjadi publik yang sulit dikendalikan. Biasanya diawali oleh adanya kesimpangsiuran atau ketidak pastian suatu informasi atau berita yang bersifat material.
Dapat kita bayangkan bila publik secara serentak menjadi vokal, opponents, mereka akan bereaksi karena mempunyai kepentingan di dalamnya. Bila merasa dirugikan (turunnya harga saham), karena terjadinya sesuatu di internal perusahaan, maka ‘kemarahan’ akan diwujudkan dalam bentuk dilepasnya saham BMRI baik dalam keadaan rugi (cut lost) maupun untung (short term investment). Berbeda halnya bila terjadi bencana alam yang secara langsung mempengaruhi kinerja perusahaan maka relatif publik masih dapat menerima keadaan tersebut.
Di sisi pembentukan opini, ketika ‘kemarahan’ itu memuncak, maka berita perusahaan setiap hari akan menjadi konsumsi pembaca di media massa. Berbagai komentar negatif dari pakar ekonomi, analis pasar modal, masyarakat investor maupun masyarakat awam akan bertubi-tubi menghantam perusahaan. Hal itu disebabkan karena perusahaan tidak mengindahkan prinsip keterbukaan informasi sesuai peraturan otoritas pasar modal setempat. Seperti, bila terjadi keterlambatan publikasi Laporan Berkala, baik laporan penggunaan dana hasil emisi, atau laporan keuangan tahunan/tengah tahunan maupun Laporan Tahunan, maka pemegang saham akan bertanya-tanya. Ada apa?
Begitu juga, bila laporan yang bersifat insidentil, seperti RUPS/RULB terlambat disampaikan kepada investor, maka dapat dipastikan mengurangi tingkat kepercayaan publik dan bahkan marah. Apalagi kalau berita-berita tersebut didominasi oleh berita tentang banyaknya kasus-kasus penipuan, pemalsuan, yang dapat merusak tingkat keamanan dana nasabah serta hilangnya kepercayaan nasabah maupun isu-isu negatif tentang kinerha BMRI. Dan apa yang terjadi? Pasti sesuatu yang merusak reputasi korporasi PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., secara luar biasa akan menghantam perusahaan.
Pertanyaan selanjutnya, siapa yang bertanggung jawab? CorSec mempunyai tanggung jawab penuh, untuk menjaga kelangsungan kepentingan publik. Sebagai liason officer, ia berfungsi sebagai jembatan antara kepentingan publik dan kepentingan perusahaan. Kemudian, bagaimana pendelegasian pekerjaan? Di level mana dan siapa yang akan membantu Corporate Secretary.
Sangat esensial disini adalah peran ‘spokesperson’ Corporate Secretary, ia akan bertugas sebagai orang yang bertanggung jawab didalam pemberian keterangan tertulis maupun lisan ke publik antara lain melalui media / pers.
Disinilah kita dapat mengetahui bahwa selain informasi yang cepat dan akurat, publik juga sangat membutuhkan seorang komunikator yang kredibel dan fasilitator yang sensitif. Dimana ia dapat menjelaskan tujuan dan sasaran serta metodologi suatu organisasi di dalam tanggung jawab sosialnya terhadap pengembangan dan peningkatan hubungan dengan publiknya. Corporate Secretary diharapkan berperan sebagai komunikator yang kredibel dan sensitif terhadap kepentingan publiknya.
Bagaimana hal itu dapat diperankan dengan baik oleh seorang Corporate Secretary? Ia sangat memerlukan tim yang kuat di bawahnya. Laporan dan analisis dari Investor Relations mengenai data terkini investornya tentu saja sangat membantu, demikian pula gambaran ‘on-going concern’ analis pasar modal. Data keuangan dari unit kerja accounting, serta aspek legal suatu kontrak perusahaan, juga mempunyai peran penting untuk setiap saat dibahas bersama dalam menghadapi perkembangan organisasi dan investornya. Corporate Affairs dalam pelaksanaan mengumpulkan data dan informasi terkini tetap menjadi tulang punggung setiap aktivitas Corporate Secretary.
Namun dalam tulisan ini, lebih ditekankan kepada arti pentingnya PR dalam membantu Corporate Secretary sebagai spokesperson, khususnya yang berkaitan dengan informasi publik. Strategi dan taktik bagaimana yang tepat dilaksanakan oleh PR, agar dapat diterapkan dalam suatu perusahaan publik?
Saat ini, Departemen Komunikasi Bank Mandiri telah menjalankan fungsi PR yang ideal. Yaitu, menjalankan fungsi komunikasi internal, fungsi komunikasi ekternal dan fungsi hubungan media. Bila ketiga fungsi tersebut diperankan dengan baik sesuai kaidah yang tepat dalam integrasi perusahaan dengan publiknya, maka hubungan harmonis dengan publiknya dapat dipelihara dan ditingkatkan. Departemen Komunikasi dalam paradigma baru ini, akan mempunyai peran yang sangat penting. Harus didasari, bahwa pandangan tentang publik telah bergeser. Pendekatan terhadap strategi dalam pencapaian tujuan sudah tentu harus disesuaikan dengan pergeseran sudut pandang mengenai publik.
Namun, kita perlu melihat kebelakang, apa yang telah dilakukan oleh Departemen Komunikasi ketika masih menjadi perseroan terbatas. Mari kita membuat suatu daftar pertanyaan panjang untuk dapat melihat kembali perjalanan sebelum menjadi perusahaan terbuka.
IMPLEMENTASI CORPORATE SECRETARY DALAM FUNGSI PUBLIC RELATIONS
Di awal tulisan ini, ada kekhawatiran publik merasa tertipu dan kecewa selanjutnya memicu sentimen negatif yang berakibat jatuhnya harga saham perusahaan. Hal itu didasari karena informasi yang material tidak segera didapat. Publik sangat perlu informasi mengenai keadaan perusahaan, untuk dianalisis kecendrungan-kecendrungan yang dapat mempengaruhi naik-turunnya harga saham. Informasi tersebut diperlukan, karena akan mempengaruhi niat jual-beli, dan upaya mempertahankan kepemilikan sahamnya.
Publik
Untuk mendapatkan hasil yang efektif dan efisien dalam mengantisipasi kejadian di atas maka sangat penting bagi PR segera mengklasifikasi publik secara tepat. Dalam paradigma lama, kita hanya melihat publik terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu publik internal (dikategorikan dengan karyawan) dan publik eksternal termasuk stakeholder.
Sudut pandang tersebut seyogyanya segera digeser manakala telah menjadi perusahaan publik. Hal ini penting untuk menentukan strategi yang tepat dalam usaha memelihara hubungan yang terintegrasi dengan publik tersebut.
Pengklasifikasian publik secara tepat diperlukan dalam setiap program PR agar dapat mengantisipasi apa yang sedang terjadi didalam kepentingan-kepentingannya. Juga untuk dapat hasil akhir yang optimal dalam setiap program kerja PR, yaitu efektifitas dan efisiensi setiap kegiatannya.
Sebagai perusahaan publik, maka unsur kehati-hatian sangat berperan penting. Setiap informasi akan mempunyai arti yang berbeda bagi setiap pemegang saham. Walaupun hanya 20% saham yang dilepas oleh Bank Mandiri, dan jelas dari unsur tersebut saham mayoritas (80%) masih tetap dipegang oleh pemegang saham lama, namun kita tidak boleh menganggap remeh 20% lain si pemegang saham baru ini.
Secara psikologis, 20% publik pemegang saham mempunyai karakteristik yang heterogen. Mari kita lihat, publik cenderung akan melihat ke masa depan, apa keuntungan yang akan diraihnya. Kebutuhannyapun bergerak dari primer, secondary menjadi marginal. Selain itu, publik yang biasanya mendukung bisa berubah menjadi pelawan dan tidak terikat kepada perusahaan. Dan kecenderungan lain publik yang tadinya memilih untuk berdiam diri tidak berpendapat, akan berubah menjadi publik yang selalu berpendapat (vokal), kadang kala publik ini dapat mempengaruhi keputusan mayoritas.
Suatu hal yang luar biasa akan terjadi bila, publik yang dikategorikan didalam 20% pemegang saham itu secara serentak, menjadi publik yang sulit dikendalikan. Biasanya diawali oleh adanya kesimpangsiuran atau ketidak pastian suatu informasi atau berita yang bersifat material.
Dapat kita bayangkan bila publik secara serentak menjadi vokal, opponents, mereka akan bereaksi karena mempunyai kepentingan di dalamnya. Bila merasa dirugikan (turunnya harga saham), karena terjadinya sesuatu di internal perusahaan, maka ‘kemarahan’ akan diwujudkan dalam bentuk dilepasnya saham BMRI baik dalam keadaan rugi (cut lost) maupun untung (short term investment). Berbeda halnya bila terjadi bencana alam yang secara langsung mempengaruhi kinerja perusahaan maka relatif publik masih dapat menerima keadaan tersebut.
Di sisi pembentukan opini, ketika ‘kemarahan’ itu memuncak, maka berita perusahaan setiap hari akan menjadi konsumsi pembaca di media massa. Berbagai komentar negatif dari pakar ekonomi, analis pasar modal, masyarakat investor maupun masyarakat awam akan bertubi-tubi menghantam perusahaan. Hal itu disebabkan karena perusahaan tidak mengindahkan prinsip keterbukaan informasi sesuai peraturan otoritas pasar modal setempat. Seperti, bila terjadi keterlambatan publikasi Laporan Berkala, baik laporan penggunaan dana hasil emisi, atau laporan keuangan tahunan/tengah tahunan maupun Laporan Tahunan, maka pemegang saham akan bertanya-tanya. Ada apa?
Begitu juga, bila laporan yang bersifat insidentil, seperti RUPS/RULB terlambat disampaikan kepada investor, maka dapat dipastikan mengurangi tingkat kepercayaan publik dan bahkan marah. Apalagi kalau berita-berita tersebut didominasi oleh berita tentang banyaknya kasus-kasus penipuan, pemalsuan, yang dapat merusak tingkat keamanan dana nasabah serta hilangnya kepercayaan nasabah maupun isu-isu negatif tentang kinerha BMRI. Dan apa yang terjadi? Pasti sesuatu yang merusak reputasi korporasi PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., secara luar biasa akan menghantam perusahaan.
Pertanyaan selanjutnya, siapa yang bertanggung jawab? CorSec mempunyai tanggung jawab penuh, untuk menjaga kelangsungan kepentingan publik. Sebagai liason officer, ia berfungsi sebagai jembatan antara kepentingan publik dan kepentingan perusahaan. Kemudian, bagaimana pendelegasian pekerjaan? Di level mana dan siapa yang akan membantu Corporate Secretary.
Sangat esensial disini adalah peran ‘spokesperson’ Corporate Secretary, ia akan bertugas sebagai orang yang bertanggung jawab didalam pemberian keterangan tertulis maupun lisan ke publik antara lain melalui media / pers.
Disinilah kita dapat mengetahui bahwa selain informasi yang cepat dan akurat, publik juga sangat membutuhkan seorang komunikator yang kredibel dan fasilitator yang sensitif. Dimana ia dapat menjelaskan tujuan dan sasaran serta metodologi suatu organisasi di dalam tanggung jawab sosialnya terhadap pengembangan dan peningkatan hubungan dengan publiknya. Corporate Secretary diharapkan berperan sebagai komunikator yang kredibel dan sensitif terhadap kepentingan publiknya.
Bagaimana hal itu dapat diperankan dengan baik oleh seorang Corporate Secretary? Ia sangat memerlukan tim yang kuat di bawahnya. Laporan dan analisis dari Investor Relations mengenai data terkini investornya tentu saja sangat membantu, demikian pula gambaran ‘on-going concern’ analis pasar modal. Data keuangan dari unit kerja accounting, serta aspek legal suatu kontrak perusahaan, juga mempunyai peran penting untuk setiap saat dibahas bersama dalam menghadapi perkembangan organisasi dan investornya. Corporate Affairs dalam pelaksanaan mengumpulkan data dan informasi terkini tetap menjadi tulang punggung setiap aktivitas Corporate Secretary.
Namun dalam tulisan ini, lebih ditekankan kepada arti pentingnya PR dalam membantu Corporate Secretary sebagai spokesperson, khususnya yang berkaitan dengan informasi publik. Strategi dan taktik bagaimana yang tepat dilaksanakan oleh PR, agar dapat diterapkan dalam suatu perusahaan publik?
Saat ini, Departemen Komunikasi Bank Mandiri telah menjalankan fungsi PR yang ideal. Yaitu, menjalankan fungsi komunikasi internal, fungsi komunikasi ekternal dan fungsi hubungan media. Bila ketiga fungsi tersebut diperankan dengan baik sesuai kaidah yang tepat dalam integrasi perusahaan dengan publiknya, maka hubungan harmonis dengan publiknya dapat dipelihara dan ditingkatkan. Departemen Komunikasi dalam paradigma baru ini, akan mempunyai peran yang sangat penting. Harus didasari, bahwa pandangan tentang publik telah bergeser. Pendekatan terhadap strategi dalam pencapaian tujuan sudah tentu harus disesuaikan dengan pergeseran sudut pandang mengenai publik.
Namun, kita perlu melihat kebelakang, apa yang telah dilakukan oleh Departemen Komunikasi ketika masih menjadi perseroan terbatas. Mari kita membuat suatu daftar pertanyaan panjang untuk dapat melihat kembali perjalanan sebelum menjadi perusahaan terbuka.
- Apa yang telah dilakukan Departemen komunikasi dalam menjalankan fungsi internal, ekternal dan hubungan media?
- Apakah telah dapat meng ‘handle’ publiknya dengan baik? (internal, eksternal, media)
- Apakah program komunikasi disesuaikan dengan tujuan perusahaan secara konsisten, kontinyu dengan visi dan misi perusahaan.
- Apakah sudah disesuaikan dengan tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang perusahaan?
- Apakah telah melakukan evaluasi setiap tahun dalam mengukur efektivitas dan efisiensinya dengan terarah.
Hal ini perlu terus menerus ditelaah secara kontinyu dan konsisten mengingat publik yang dihadapinya sangat beragam. Mungkin daftar pertanyaan perlu ditambah, sehingga akan lebih mudah dipilah-pilah prioritas penting didalam aplikasinya dalam perseroan terbuka.
Corsec dan Perannya
Catatan 2003:
Peran Corporate Secretary
Sebelum menjadi perusahaan publik, pengelolaan informasi relatif tidak terlalu rumit. Pelaporannyapun terkesan ‘tidak terbatas’. Pelaporan dapat dilakukan oleh berbagai bidang dalam perusahaan. Seperti contohnya, unit kerja kredit atau unit kerja lainnya dapat memberikan informasi mengenai target pekerjaannya dihadapan publik, bahkan kepada para wartawan.
Ketika menjadi perusahaan publik, pernyataan atau komentar menjadi ‘terbatas’, merujuk kepada informasi resmi yang telah dinyatakan dalam Prospektus. Tujuannya agar tidak memberikan indikasi harga dan untuk menjaga stabilisasi harga saham. Jika ada pernyataan atau komentar yang melebar, maka perusahaan terbuka wajib terlebih dahulu mengemukakan bahwa hasil pemeriksaan tersebut bukan untuk konsumsi publik.
Pengelolaan informasi sangat berbeda sebelum dan sesudah menjadi perusahaan publik. Corporate Secretary (Corsec) akan berperan penting sebagai ‘corong perusahaan’atau sebagai ‘spokesperson’. Perlu mewaspadai setiap kejadian material, yang dapat mempengaruhi harga saham di bursa. Mewaspadai kondisi dan prospek perusahaan yang dapat mempengaruhi keputusan pemodal dalam melakukan investasi.
Sesuai ketentuan UU No.8/1995 tentang Pasar Modal Bab X, pengelolaan informasi harus memenuhi prinsip keterbukaan. Publik atau pemegang saham sangat ingin segera mengetahui keadaan perusahaan yang disampaikan seperti melalui laporan berkala seperti Laporan Tahunan, Laporan Triwulanan, dsb. Selain itu penyampaian peristiwa atau informasi material dan kejadian penting lainnya, seperti kontrak kerjasama atau pemutusan kontrak kerjasama yang material, informasi pembelian atau kerugian penjualan aktiva yang material, juga sangat ditunggu oleh publik. Setiap pelanggaran terhadap ketentuan mengenai keterbukaan dapat menyebabkan perusahaan terkena sanksi yang akan sangat mempengaruhi strategic partners.
Dalam hal informasi publik, maka Corporate Secretary secara bersamaan menjalankan fungsi compliance officer, investor relations dan public relations officer.
Sebagai compliance officer; memastikan bahwa implementasi anggaran dasar perusahaan, peraturan Bapepam, Peraturan Menteri dan Hukum serta Undang-undang dilaksanakan dengan benar; membuat interpretasi yang jelas tentang aplikasi peraturan-peraturan yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan; mencegah terjadinya pelanggaran peraturan; menjadi penghubung antara perusahaan dengan publik investor; menampung segala usulan dan keluhan dari investor untuk pembenahan perusahaan; dan pemahaman tentang perusahaan melalui pemahaman anggaran dasar perusahaan, peraturan pasar modal yang berlaku, peraturan di bidang perpajakan dan peraturan ketenaga kerjaan.
Berdasarkan fungsi compliance tersebutlah maka perlu segera diintegrasikan ke dalam fungsi investor relations dan Public Relations (PR). Seorang corsec segera memprediksi dan menganalisis informasi yang didapat dengan merencanakan suatu program komunikasi. Dan diimplementasikan kedalam dua unsur kepentingan yaitu organisasi (perusahaan) dan publik secara bersamaan didalam unsur kepercayaan.
Secara sederhana fungsi PR didalam tugas CorSec adalah: mengembangkan strategi hubungan dengan stakeholder guna menunjang aktivitas perusahaan; membina identitas dan citra/reputasi perseroan untuk menunjang peningkatan nilai perusahaan; memenuhi kewajiban perseroan dengan pihak yang terkait dengan pasar modal dan pemegang saham sesuai dengan ketentuan yang berlaku; membina hubungan dengan pemerintah, investor dan media; mengelola media komunikasi internal dan eksternal perusahaan; dan mengarahkan seluruh unit bisnis dalam aktivitas public relations yang berkesinambungan.
Peran Corporate Secretary
Sebelum menjadi perusahaan publik, pengelolaan informasi relatif tidak terlalu rumit. Pelaporannyapun terkesan ‘tidak terbatas’. Pelaporan dapat dilakukan oleh berbagai bidang dalam perusahaan. Seperti contohnya, unit kerja kredit atau unit kerja lainnya dapat memberikan informasi mengenai target pekerjaannya dihadapan publik, bahkan kepada para wartawan.
Ketika menjadi perusahaan publik, pernyataan atau komentar menjadi ‘terbatas’, merujuk kepada informasi resmi yang telah dinyatakan dalam Prospektus. Tujuannya agar tidak memberikan indikasi harga dan untuk menjaga stabilisasi harga saham. Jika ada pernyataan atau komentar yang melebar, maka perusahaan terbuka wajib terlebih dahulu mengemukakan bahwa hasil pemeriksaan tersebut bukan untuk konsumsi publik.
Pengelolaan informasi sangat berbeda sebelum dan sesudah menjadi perusahaan publik. Corporate Secretary (Corsec) akan berperan penting sebagai ‘corong perusahaan’atau sebagai ‘spokesperson’. Perlu mewaspadai setiap kejadian material, yang dapat mempengaruhi harga saham di bursa. Mewaspadai kondisi dan prospek perusahaan yang dapat mempengaruhi keputusan pemodal dalam melakukan investasi.
Sesuai ketentuan UU No.8/1995 tentang Pasar Modal Bab X, pengelolaan informasi harus memenuhi prinsip keterbukaan. Publik atau pemegang saham sangat ingin segera mengetahui keadaan perusahaan yang disampaikan seperti melalui laporan berkala seperti Laporan Tahunan, Laporan Triwulanan, dsb. Selain itu penyampaian peristiwa atau informasi material dan kejadian penting lainnya, seperti kontrak kerjasama atau pemutusan kontrak kerjasama yang material, informasi pembelian atau kerugian penjualan aktiva yang material, juga sangat ditunggu oleh publik. Setiap pelanggaran terhadap ketentuan mengenai keterbukaan dapat menyebabkan perusahaan terkena sanksi yang akan sangat mempengaruhi strategic partners.
Dalam hal informasi publik, maka Corporate Secretary secara bersamaan menjalankan fungsi compliance officer, investor relations dan public relations officer.
Sebagai compliance officer; memastikan bahwa implementasi anggaran dasar perusahaan, peraturan Bapepam, Peraturan Menteri dan Hukum serta Undang-undang dilaksanakan dengan benar; membuat interpretasi yang jelas tentang aplikasi peraturan-peraturan yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan; mencegah terjadinya pelanggaran peraturan; menjadi penghubung antara perusahaan dengan publik investor; menampung segala usulan dan keluhan dari investor untuk pembenahan perusahaan; dan pemahaman tentang perusahaan melalui pemahaman anggaran dasar perusahaan, peraturan pasar modal yang berlaku, peraturan di bidang perpajakan dan peraturan ketenaga kerjaan.
Berdasarkan fungsi compliance tersebutlah maka perlu segera diintegrasikan ke dalam fungsi investor relations dan Public Relations (PR). Seorang corsec segera memprediksi dan menganalisis informasi yang didapat dengan merencanakan suatu program komunikasi. Dan diimplementasikan kedalam dua unsur kepentingan yaitu organisasi (perusahaan) dan publik secara bersamaan didalam unsur kepercayaan.
Secara sederhana fungsi PR didalam tugas CorSec adalah: mengembangkan strategi hubungan dengan stakeholder guna menunjang aktivitas perusahaan; membina identitas dan citra/reputasi perseroan untuk menunjang peningkatan nilai perusahaan; memenuhi kewajiban perseroan dengan pihak yang terkait dengan pasar modal dan pemegang saham sesuai dengan ketentuan yang berlaku; membina hubungan dengan pemerintah, investor dan media; mengelola media komunikasi internal dan eksternal perusahaan; dan mengarahkan seluruh unit bisnis dalam aktivitas public relations yang berkesinambungan.
CORSEC, PARADIGMA BARU DALAM MANAJEMEN
Catatan 2003:
CORPORATE SECRETARY,
PARADIGMA BARU DALAM MANAJEMEN BANK MANDIRI
Publik kecewa? Publik merasa tertipu? Publik menjadi marah? Semua karena informasi yang disampaikan terasa lambat, tidak terbuka dan tidak ada penjelasan dari spokesperson perusahaan. Bayangkan apa yang akan terjadi. Harga saham pada saat itu bisa anjlok seketika, karena masalah yang terkesan sepele, yaitu perusahaan tidak cepat menyampaikan informasi yang material yang sebenarnya sangat diharapkan publiknya. Siapa yang bertanggung jawab atas penyampaian informasi tersebut?
Sebagai perusahaan publik, saat ini Bank Mandiri akan selalu menjadi fokus perhatian. Terutama dari investor dan otoritas pasar modal, Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Setiap pernyataan dan tindakan manajemen, tidak luput dari perhatian publik bahkan masyarakat. Secara signifikan akan mempengaruhi harga saham. Bank Mandiri pun (sebagai perusahaan publik) juga dituntut lebih terbuka (full disclosure) untuk menginformasikan setiap peristiwa dan fakta material yang mungkin akan mempengaruhi harga sahamnya di pasar modal kepada investor, otoritas pasar modal maupun publik untuk menciptakan sentimen pasar.
Tujuan utama dari asas keterbukaan bagi perusahaan publik adalah penyebaran informasi yang merata dengan hasil akhir mampu menciptakan sentimen positif (bagi informasi positif maupun negatif) sehingga mampu menaikkan shareholder value.
Siapa publik Bank Mandiri? Berdasarkan hasil penjualan saham perdana (14 Juli 2003 di lantai Bursa) akan dapat diketahui secara pasti, berapa dan siapa pemegang saham Bank Mandiri? Yang sudah pasti adalah seluruh karyawan (lebih kurang 18.000 orang) akan memiliki saham Bank Mandiri. Belum lagi publik di luar karyawan, yang mungkin adalah nasabah, pengusaha, pribadi-pribadi masyarakat yang bisa seorang dokter, ibu rumah tangga ataupun para wartawan. Jadi, jika terjadi sesuatu hal negatif mengenai kinerja perusahaan, maka seluruh karyawan juga akan terimbas kerugian, dan perusahaan menjadi sorotan publik pemegang saham. Secara emosional, masyarakat akan segera terpengaruh bila ada kabar atau isu mengenai buruknya reputasi/kinerja perusahaan.
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) sebagai pemegang otoritas telah mengatur alur informasi yang boleh dan tidak boleh disampaikan ke publik. Selain itu didalam peraturan Bapepam Nomor IX.I.4 juga telah diatur kelembagaan didalam perusahaan publik dengan sebutan Corporate Secretary yang berfungsi sebagai pejabat penghubung (liason officer) yang menatausahakan serta menyimpan dokumen perusahaan. Serta seyogyanya memahami dengan baik masalah keterbukaan dan kewajiban pelaporan. Tugasnya antara lain, mengikuti perkembangan pasar modal khususnya peraturan-peraturan yang berlaku di bidang pasar modal, memberikan masukan kepada manajemen untuk mematuhi ketentuan dan peraturan pelaksanaannya, selain itu memberikan pelayanan kepada masyarakat atas setiap informasi yang dibutuhkan pemodal yang berkaitan dengan kondisi perusahaan.
Konsekuensinya, Bank Mandiri sebagai perseroan terbuka harus mampu mengelola dan memberikan pelayanan setiap informasi yang dibutuhkan pemegang saham dan otoritas pasar modal secara terbuka dengan mengindahkan prinsip good corporate governance.
Kaitannya dengan perusahaan publik, maka Bank Mandiri akan memulai babak baru. Sebutannya bukan lagi sebagai perseroan terbatas, tetapi telah menjadi perseroan terbuka dengan penulisan menjadi PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Sebagai perusahaan publik artinya Bank Mandiri telah menyatakan dirinya terbuka kepada masyarakat, dengan menawarkan saham-sahamnya untuk dimiliki masyarakat melalui Pasar Modal.
CORPORATE SECRETARY,
PARADIGMA BARU DALAM MANAJEMEN BANK MANDIRI
Publik kecewa? Publik merasa tertipu? Publik menjadi marah? Semua karena informasi yang disampaikan terasa lambat, tidak terbuka dan tidak ada penjelasan dari spokesperson perusahaan. Bayangkan apa yang akan terjadi. Harga saham pada saat itu bisa anjlok seketika, karena masalah yang terkesan sepele, yaitu perusahaan tidak cepat menyampaikan informasi yang material yang sebenarnya sangat diharapkan publiknya. Siapa yang bertanggung jawab atas penyampaian informasi tersebut?
Sebagai perusahaan publik, saat ini Bank Mandiri akan selalu menjadi fokus perhatian. Terutama dari investor dan otoritas pasar modal, Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Setiap pernyataan dan tindakan manajemen, tidak luput dari perhatian publik bahkan masyarakat. Secara signifikan akan mempengaruhi harga saham. Bank Mandiri pun (sebagai perusahaan publik) juga dituntut lebih terbuka (full disclosure) untuk menginformasikan setiap peristiwa dan fakta material yang mungkin akan mempengaruhi harga sahamnya di pasar modal kepada investor, otoritas pasar modal maupun publik untuk menciptakan sentimen pasar.
Tujuan utama dari asas keterbukaan bagi perusahaan publik adalah penyebaran informasi yang merata dengan hasil akhir mampu menciptakan sentimen positif (bagi informasi positif maupun negatif) sehingga mampu menaikkan shareholder value.
Siapa publik Bank Mandiri? Berdasarkan hasil penjualan saham perdana (14 Juli 2003 di lantai Bursa) akan dapat diketahui secara pasti, berapa dan siapa pemegang saham Bank Mandiri? Yang sudah pasti adalah seluruh karyawan (lebih kurang 18.000 orang) akan memiliki saham Bank Mandiri. Belum lagi publik di luar karyawan, yang mungkin adalah nasabah, pengusaha, pribadi-pribadi masyarakat yang bisa seorang dokter, ibu rumah tangga ataupun para wartawan. Jadi, jika terjadi sesuatu hal negatif mengenai kinerja perusahaan, maka seluruh karyawan juga akan terimbas kerugian, dan perusahaan menjadi sorotan publik pemegang saham. Secara emosional, masyarakat akan segera terpengaruh bila ada kabar atau isu mengenai buruknya reputasi/kinerja perusahaan.
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) sebagai pemegang otoritas telah mengatur alur informasi yang boleh dan tidak boleh disampaikan ke publik. Selain itu didalam peraturan Bapepam Nomor IX.I.4 juga telah diatur kelembagaan didalam perusahaan publik dengan sebutan Corporate Secretary yang berfungsi sebagai pejabat penghubung (liason officer) yang menatausahakan serta menyimpan dokumen perusahaan. Serta seyogyanya memahami dengan baik masalah keterbukaan dan kewajiban pelaporan. Tugasnya antara lain, mengikuti perkembangan pasar modal khususnya peraturan-peraturan yang berlaku di bidang pasar modal, memberikan masukan kepada manajemen untuk mematuhi ketentuan dan peraturan pelaksanaannya, selain itu memberikan pelayanan kepada masyarakat atas setiap informasi yang dibutuhkan pemodal yang berkaitan dengan kondisi perusahaan.
Konsekuensinya, Bank Mandiri sebagai perseroan terbuka harus mampu mengelola dan memberikan pelayanan setiap informasi yang dibutuhkan pemegang saham dan otoritas pasar modal secara terbuka dengan mengindahkan prinsip good corporate governance.
Kaitannya dengan perusahaan publik, maka Bank Mandiri akan memulai babak baru. Sebutannya bukan lagi sebagai perseroan terbatas, tetapi telah menjadi perseroan terbuka dengan penulisan menjadi PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Sebagai perusahaan publik artinya Bank Mandiri telah menyatakan dirinya terbuka kepada masyarakat, dengan menawarkan saham-sahamnya untuk dimiliki masyarakat melalui Pasar Modal.
Langganan:
Komentar (Atom)