dibalik upaya membuat berita,realitas yang hadir, kadang tidak seperti diharapkan.
Jumat, 25 Juni 2010
Selasa, 22 Juni 2010
PENTINGNYA PENGUKURAN PR (3), Timbangan SI Bejo
TIMBANGAN SI BEJO
Pagi itu si Bejo benar-benar tidak ’bejo’ (beruntung). Tidak satupun media memberitakan penghargaan ”XYZ Award” yang didapat perusahaannya. Apesnya, dia sudah terlanjur memberikan harapan kepada boss nya, bahwa berita akan diekspos banyak media.
Jerih payahnya terasa sia-sia. Sebelumnya, segala upaya sudah dilakukan. Teknis penulisan siaran pers diikuti sesuai teori yang sudah sangat ’mengelotok’, termasuk teknis piramida terbalik juga tidak diabaikannya. Bahkan dia juga telah menyisihkan waktunya untuk memberikan backgrounding kepada beberapa wartawan.
Kegagalan ini, bukan hanya sekali ini saja terjadi dalam satu bulan terakhir. Namun demikian, bukan berarti Bejo tidak pernah berhasil memberitakan perusahannya di banyak media. Ibarat perbuatan baik dan buruk, maka dalam setiap aktivitasnya akan terlihat mana yang berat dan ringan. Tentu saja, untuk itu semua Bejo memerlukan timbangan sebagai alat ukurnya.
Dibalik cerita di atas, PR-ers sering merasa khawatir dinilai tidak mampu melaksanakan fungsi dan tugasnya. Apalagi bila kegiatan komunikasi menunjukkan hasil yang negatif dan terungkap serta diketahui atasan.
Itulah salah satu alasan yang umum terjadi, mengapa pengukuran kinerja public relations masih jarang dilakukan. Evaluasi yang biasa dilakukan seringkali bersifat kualitatif, walaupun hal ini tidak salah, namun kerap menghasilkan tarikan kesimpulan yang tidak cukup kuat untuk membuktikan hasil kinerja public relations di mata manajemen.
Selain itu, jarangnya penelitian ini (termasuk didalamnya evaluasi kuantitatif atau pengukuran) dilakukan karena adanya anggapan tentang pemborosan dan hasil penelitian yang dinilai hanya akan membeberkan kelemahan dari hal yang sudah dikerjakan PR-ers.
Untuk mencoba mengatasi kekurangan ini, diperlukan suatu pengukuran atas hasil kinerja public relations dengan menggunakan metode yang konsisten dan reliable sehingga dapat menunjukkan tingkat kinerja public relations secara lebih terukur.
Hasil pengukuran yang demikian tentunya sangat membantu dan memberi landasan yang lebih kuat untuk digunakan dalam menunjukkan dan mempertanggungjawabkan kinerja public relations pada pihak manajemen perusahaan secara lebih konkrit. Dengan cara demikian, public relations value di mata perusahaan akan lebih meningkat karena perusahaan dapat mengetahui secara lebih pasti (dalam bentuk angka atau perolehan nilai) andil yang diberikan public relations terhadap perusahaan.
Terkait dengan hal ini, hasil sebuah riset yang dilakukan oleh Institute of Public Relations & Consultans Association pada tahun 2001 di Inggris mengungkapkan bahwa kebanyakan praktisi public relations jarang melakukan riset karena alasan kurangnya dana (58%), sedikitnya permintaan (45%), sempitnya waktu (43%), pembatasan oleh organisasi (27%) dan alasan-alasan lain (6%). Meskipun demikian hal tersebut bisalah dipandang sebagai sekadar suatu pembenaran (excuses) dan bukan hambatan karena riset bisa dilakukan tanpa memakan banyak biaya dan tanpa menghabiskan banyak waktu.
Ada lima tujuan yang bisa dicapai melalui pengukuran, yaitu:
1. Menciptakan nilai
Pengukuran merupakan prasyarat bagi penciptaan nilai. Dalam hal ini nilai pada dasarnya ditentukan oleh perbandingan antara kualitas yang didapat dan banyaknya biaya yang dikeluarkan. Bila disederhanakan, maka tercermin dalam formula:
Quality
Value = -----------
Cost
2. Memperbaiki hal yang dilakukan sebelumnya
Pengukuran terkait dengan usaha perbaikan karena perbaikan akan dilakukan setelah mengetahui ada yang menyimpang dari target atau standar yang telah ditetapkan. Dengan pengukuran pihak terkait akan terdorong untuk memperbaiki pencapaian targetnya waktu demi waktu.
3. Memberi penghargaan dan memacu keberhasilan
Pengukuran merupakan pijakan yang berguna bagi manajemen untuk memberi apresiasi yang wajar terhadap pihak yang secara fungsional bertanggungjawab atau mereka yang memiliki andil signifikan terhadap keberhasilan program-program yang diukur.
4. Menemukan dan meluruskan kekeliruan
Dari pengukuranlah diperoleh informasi berharga yang mengindikasikan adanya kekeliruan yang harus diatasi. Berdasar informasi tersebut, eksplorasi dapat dilakukan untuk menemukenali faktor-faktor penyebab yang lebih spesifik dan mendasar guna melakukan langkah-langkah koreksi yang diperlukan.
5. Mendemonstrasikan nilai
Tanpa pengukuran akan sulit untuk menunjukkan bermakna atau tidaknya serangkaian program yang dilakukan. Jika praktisi public relations mampu menunjukkan bahwa yang dilakukannya saat ini –melalui hasil pengukuran yang konsisten– sangatlah memiliki nilai (value) bagi perusahaan, maka sikap manajemen atau dewan direksi tentu lebih negotiable dan mereka lebih dapat mempercayai manfaat public relations dalam perusahaannya.
Suatu pengukuran dinilai baik jika memiliki setidaknya lima karakteristik, yaitu memonitor kemajuan, memotivasi perilaku yang tepat, mengkomunikasikan informasi, membangun akuntabilitas dan mengidentifikasi peluang untuk perbaikan konsisten yang dalam istilah para praktisi biasa dikenal sebagai sebutan Opportunity For Improvement (OFI).
Untuk itulah Publicity Effectiveness Level (PEL) merupakan terobosan baru Bank Mandiri (sejak 2005), dalam melakukan pengukuran atas kinerja PR khususnya dalam pengukuran publisitas. Pengukuran PEL ini, dapat menghasilkan angka yang rasional. Hal ini menunjukkan ada kesadaran bahwa pengukuran yang dilakukan bukan hanya untuk mendapat sanjungan dari atasan tetapi juga untuk dapat mempertanggungjawabkan kinerja mereka setepat mungkin berdasar metode pengukuran yang lebih dapat diterima.
Pengukuran PEL yang dilakukan Bank Mandiri merupakan suatu bentuk outputs measurenment atau outputs evaluation. Hal yang dievaluasi dan diukur disini adalah efektivitas publisitas media terhadap Bank Mandiri.
Metode yang digunakan dalam proses pengukuran PEL adalah media monitoring, media content analysis, dan web analysis. Serangkaian proses ini dilengkapi dengan sejumlah parameter yang ditetapkan Bank Mandiri atas penggolongan media dan tone. Angka-angka hasil analisis ini kemudian diolah dalam suatu formula sehingga menghasilkan angka akhir berupa persentase keefektivan publisitas untuk Bank Mandiri.
Penciptaan rumusan PEL tidak mengacu pada literature atau basic akademis apapun. Dengan kata lain rumusan itu disusun hanya berdasar basic common sense dan pengalaman praktis.
(bersambung)
Pagi itu si Bejo benar-benar tidak ’bejo’ (beruntung). Tidak satupun media memberitakan penghargaan ”XYZ Award” yang didapat perusahaannya. Apesnya, dia sudah terlanjur memberikan harapan kepada boss nya, bahwa berita akan diekspos banyak media.
Jerih payahnya terasa sia-sia. Sebelumnya, segala upaya sudah dilakukan. Teknis penulisan siaran pers diikuti sesuai teori yang sudah sangat ’mengelotok’, termasuk teknis piramida terbalik juga tidak diabaikannya. Bahkan dia juga telah menyisihkan waktunya untuk memberikan backgrounding kepada beberapa wartawan.
Kegagalan ini, bukan hanya sekali ini saja terjadi dalam satu bulan terakhir. Namun demikian, bukan berarti Bejo tidak pernah berhasil memberitakan perusahannya di banyak media. Ibarat perbuatan baik dan buruk, maka dalam setiap aktivitasnya akan terlihat mana yang berat dan ringan. Tentu saja, untuk itu semua Bejo memerlukan timbangan sebagai alat ukurnya.
Dibalik cerita di atas, PR-ers sering merasa khawatir dinilai tidak mampu melaksanakan fungsi dan tugasnya. Apalagi bila kegiatan komunikasi menunjukkan hasil yang negatif dan terungkap serta diketahui atasan.
Itulah salah satu alasan yang umum terjadi, mengapa pengukuran kinerja public relations masih jarang dilakukan. Evaluasi yang biasa dilakukan seringkali bersifat kualitatif, walaupun hal ini tidak salah, namun kerap menghasilkan tarikan kesimpulan yang tidak cukup kuat untuk membuktikan hasil kinerja public relations di mata manajemen.
Selain itu, jarangnya penelitian ini (termasuk didalamnya evaluasi kuantitatif atau pengukuran) dilakukan karena adanya anggapan tentang pemborosan dan hasil penelitian yang dinilai hanya akan membeberkan kelemahan dari hal yang sudah dikerjakan PR-ers.
Untuk mencoba mengatasi kekurangan ini, diperlukan suatu pengukuran atas hasil kinerja public relations dengan menggunakan metode yang konsisten dan reliable sehingga dapat menunjukkan tingkat kinerja public relations secara lebih terukur.
Hasil pengukuran yang demikian tentunya sangat membantu dan memberi landasan yang lebih kuat untuk digunakan dalam menunjukkan dan mempertanggungjawabkan kinerja public relations pada pihak manajemen perusahaan secara lebih konkrit. Dengan cara demikian, public relations value di mata perusahaan akan lebih meningkat karena perusahaan dapat mengetahui secara lebih pasti (dalam bentuk angka atau perolehan nilai) andil yang diberikan public relations terhadap perusahaan.
Terkait dengan hal ini, hasil sebuah riset yang dilakukan oleh Institute of Public Relations & Consultans Association pada tahun 2001 di Inggris mengungkapkan bahwa kebanyakan praktisi public relations jarang melakukan riset karena alasan kurangnya dana (58%), sedikitnya permintaan (45%), sempitnya waktu (43%), pembatasan oleh organisasi (27%) dan alasan-alasan lain (6%). Meskipun demikian hal tersebut bisalah dipandang sebagai sekadar suatu pembenaran (excuses) dan bukan hambatan karena riset bisa dilakukan tanpa memakan banyak biaya dan tanpa menghabiskan banyak waktu.
Ada lima tujuan yang bisa dicapai melalui pengukuran, yaitu:
1. Menciptakan nilai
Pengukuran merupakan prasyarat bagi penciptaan nilai. Dalam hal ini nilai pada dasarnya ditentukan oleh perbandingan antara kualitas yang didapat dan banyaknya biaya yang dikeluarkan. Bila disederhanakan, maka tercermin dalam formula:
Quality
Value = -----------
Cost
2. Memperbaiki hal yang dilakukan sebelumnya
Pengukuran terkait dengan usaha perbaikan karena perbaikan akan dilakukan setelah mengetahui ada yang menyimpang dari target atau standar yang telah ditetapkan. Dengan pengukuran pihak terkait akan terdorong untuk memperbaiki pencapaian targetnya waktu demi waktu.
3. Memberi penghargaan dan memacu keberhasilan
Pengukuran merupakan pijakan yang berguna bagi manajemen untuk memberi apresiasi yang wajar terhadap pihak yang secara fungsional bertanggungjawab atau mereka yang memiliki andil signifikan terhadap keberhasilan program-program yang diukur.
4. Menemukan dan meluruskan kekeliruan
Dari pengukuranlah diperoleh informasi berharga yang mengindikasikan adanya kekeliruan yang harus diatasi. Berdasar informasi tersebut, eksplorasi dapat dilakukan untuk menemukenali faktor-faktor penyebab yang lebih spesifik dan mendasar guna melakukan langkah-langkah koreksi yang diperlukan.
5. Mendemonstrasikan nilai
Tanpa pengukuran akan sulit untuk menunjukkan bermakna atau tidaknya serangkaian program yang dilakukan. Jika praktisi public relations mampu menunjukkan bahwa yang dilakukannya saat ini –melalui hasil pengukuran yang konsisten– sangatlah memiliki nilai (value) bagi perusahaan, maka sikap manajemen atau dewan direksi tentu lebih negotiable dan mereka lebih dapat mempercayai manfaat public relations dalam perusahaannya.
Suatu pengukuran dinilai baik jika memiliki setidaknya lima karakteristik, yaitu memonitor kemajuan, memotivasi perilaku yang tepat, mengkomunikasikan informasi, membangun akuntabilitas dan mengidentifikasi peluang untuk perbaikan konsisten yang dalam istilah para praktisi biasa dikenal sebagai sebutan Opportunity For Improvement (OFI).
Untuk itulah Publicity Effectiveness Level (PEL) merupakan terobosan baru Bank Mandiri (sejak 2005), dalam melakukan pengukuran atas kinerja PR khususnya dalam pengukuran publisitas. Pengukuran PEL ini, dapat menghasilkan angka yang rasional. Hal ini menunjukkan ada kesadaran bahwa pengukuran yang dilakukan bukan hanya untuk mendapat sanjungan dari atasan tetapi juga untuk dapat mempertanggungjawabkan kinerja mereka setepat mungkin berdasar metode pengukuran yang lebih dapat diterima.
Pengukuran PEL yang dilakukan Bank Mandiri merupakan suatu bentuk outputs measurenment atau outputs evaluation. Hal yang dievaluasi dan diukur disini adalah efektivitas publisitas media terhadap Bank Mandiri.
Metode yang digunakan dalam proses pengukuran PEL adalah media monitoring, media content analysis, dan web analysis. Serangkaian proses ini dilengkapi dengan sejumlah parameter yang ditetapkan Bank Mandiri atas penggolongan media dan tone. Angka-angka hasil analisis ini kemudian diolah dalam suatu formula sehingga menghasilkan angka akhir berupa persentase keefektivan publisitas untuk Bank Mandiri.
Penciptaan rumusan PEL tidak mengacu pada literature atau basic akademis apapun. Dengan kata lain rumusan itu disusun hanya berdasar basic common sense dan pengalaman praktis.
(bersambung)
Langganan:
Komentar (Atom)