Jumat, 04 Juni 2010

BOLEH DAN TIDAK.


catatan pendek di masa 2003:


BOLEH DAN TIDAK, PEMBERITAAN PERUSAHAAN TBK.


Hajatan yang sempat tertunda selama hampir 3 tahun, akhirnya terlaksana pada Senin, 14 Juli 2003. Bank Mandiri benar-benar menjadi pusat perhatian. Apalagi sebelumnya road show telah berjalan sukses, dimana penjualan saham diprediksi oversubscribe, baik dalam maupun diluar negeri.

Kesuksesan ini sempat terekspose di media luar dan dalam negeri. Sehingga pada saat perdagangan saham perdana tersebut di lantai Bursa Efek Jakarta, menjadi peristiwa yang ditunggu-tunggu oleh para pialang, investor dan pers. Bahkan juga dinanti-nanti beritanya oleh ‘pemain baru’ dalam bursa saham dan masyarakat luas.

Suksesnya publikasi di media massa (dapat dilihat pada monitoring berita 15 Juli 2003) merupakan suatu hal yang wajar. Hampir seluruh media massa menurunkan headline ekonomi. Bahkan beberapa foto berita juga masuk di halaman pertama. Bahkan media asing juga turut meramaikan publikasi tersebut. Semua berita dengan subjek perdagangan saham perdana yang diturunkan media berindikasi positif bagi Bank Mandiri. Mayoritas media mengangkat berita mengenai oversubscribed atau adanya kelebihan permintaan saham.

Kenapa publisitas ini wajar?

Kondisi yang melatar belakangi kenapa Bank Mandiri menjadi incaran pemberitaan media massa, antara lain sebagai bank terbesar di Indonesia dengan 23,9% dari total aset perbankan Indonesia. Selain itu Bank Mandiri juga telah menyalurkan kredit sekitar 16% dari total penyaluran kredit bank-bank di Indonesia. Dengan situasi demikian maka, Bank Mandiri akan selalu menjadi pusat perhatian media massa. Hal-hal kecil lainnya, bak layaknya seorang selebriti maka Bank Mandiri akan selalu menjadi perhatian.

Menjadi pusat perhatian? Kadang kala sangat menjengkelkan. Kita pernah tahu betapa arahnya seorang ‘Lady Di’, ketika masalah-masalah pribadinya menjadi incaran pers. Bahkan, wallahualam ‘kematiannya’ akibat kecelakaan mobil, karena ia menghindari pengejaran ‘paparazi’. Mungkin tanpa menafikan kasus yang terjadi pada ‘Lady Di’tersebut, maka setiap kegiatan Bank Mandiri baik dilakukan oleh manajemen atau bahkan karyawan lainnya, akan selalu menjadi sorotan media. Akan selalu menjadi peran utama dalam sinetron yang marak di televisi.

Dengan menjadi ‘selebritis’ di dunia perbankan maka sudah saatnya Bank Mandiri memberikan rambu-rambu yang jelas dalam aturan main setiap langkah pejabat bahkan pegawai di level yang terendah sekalipun. Aturan ini dibuat bukan berarti untuk membatasi secara kaku, namun untuk mengingatkan lebih jauh dengan kondisi saat ini dimana Bank Mandiri telah menjadi perusahaan publik. Sebagai perusahaan publik maka sangat terikat dengan undang-undang atau peraturan yang ada di bawah otoritas Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM). Informasi yang dikeluarkan akan menjadi perhatian.

Ada hal-hal yang sangat dilarang dalam setiap pemberitaan sebuah perusahaan publik, yaitu antara lain: membuat suatu prediksi, proyeksi, ramalan atau pendapat kedepan mengenai perusahaan; penilaian atau penafsiran; setiap pemberitaan yang berkaitan dengan detail angka-angka akunting harus dilatar belakangi dari laporan keuangan terakhir atau prospektus yang sudah diterbitkan, suatu hal yang berhubungan dengan informasi yang belum dikeluarkan resmi oleh BAPEPAM, BI, sangat dilarang untuk dipublikasikan.

Tujuannya pembatasan tersebut, agar spokepersons tidak memberikan persepsi atau pandangan terhadap perusahaan yang akan langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap indikasi harga saham dan untuk menjaga stabilisasi harga saham. Jika ada pernyataan atau komentar yang melebar, maka perusahaan terbuka wajib terlebih dahulu mengemukakan bahwa pembicaraan tersebut bukan untuk konsumsi publik.

Namun, dengan adanya pelarangan di atas, bukan berarti Bank Mandiri tidak boleh memberikan informasi terbuka. Pada saat pertemuan dengan customers atau sebagai pembicara dalam seminar atau lokakarya maka setiap informasi mengenai makro maupun mikro ekonomi yang berkaitan dengan kinerja Bank Mandiri harus berdasarkan prospektus yang sudah diterbitkan atau dipublikasikan.

Untuk hal-hal yang bersifat formal seperti briefing, seminar atau lokakarya relatif lebih mudah untuk dikontrol oleh pembicara. Karena semua pembicaraan berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan diedit sedemikan rupa dalam bentuk makalah. Pembicara tidak perlu khawatir terjebak dengan pertanyaan-pertanyaan dari floor. Bila tidak bisa menjawab saat itupun, para peserta masih bisa mengerti dengan keterbatasan waktu maupun melebarnya pertanyaan yang tidak fokus pada topiknya.

Namun, yang menjadi masalah adalah bila dalam suatu kondisi tertentu di pertemuan resmi maupun tidak resmi ada pertanyaan dari wartawan (baca pers). Mereka mencoba bertanya mengenai keadaan kinerja Bank Mandiri maupun perbandingan kinerja bank lainnya. Atau bahkan ‘iseng’ bertanya di luar bidang perbankan.

Bagaimana mengatasi pembicaraan dengan pers yang sifatnya sangat spontan itu? Biasanya, para reporter yang memang tugasnya sehari-hari adalah mengumpulkan berita sangat jeli membuat pertanyaan. Memang mereka bekerja untuk bertanya. Sehingga bila mereka tidak mendapatkan berita dari pertanyaannya maka kinerjanyapun dinilai kurang baik oleh redaktur pimpinannya.

Perlu dikritisi dalam hubungan wawancara tersebut, adalah mind set setiap pimpinan Bank Mandiri, baik di kantor pusat, kantor wilayah bahkan kantor cabang disesuaikan dengan aturan yang berlaku mengenai apa yang boleh dan tidak boleh diinformasikan oleh perusahaan publik. Jangan terjebak dengan hubungan yang kadangkala secara pribadi sudah ‘dekat’ dengan personil wartawan itu.

Kata kunci dalam menjawab setiap pertanyaan adalah kata-kata prospek, harapan, prediksi, ramalan, projeksi, langkah kedepan dan kata-kata lain yang mempunyai arti kemasa depan yang dilontarkan oleh wartawan.

Dalam sudut pandang positif, suatu wawancara pers merupakan kesempatan penting untuk mempublikasikan dan mempromosikan bisnis perusahaan. Namun, dibanyak kasus, pers dapat menjadi teman akrab dan relatif mudah diajak bekerja sama dalam proses wawancara tersebut.

Dikesempatan lain, pers dapat bersikap bermusuhan dengan mengajukan pertanyaan yang sulit untuk dijawab saat itu. Dalam kedua kasus ini, seorang spokepersons (yang telah diberi wewenang menjadi pembicara) harus dibekali dengan keahlian dalam memberikan penjelasan dan disesuaikan dengan citra perusahaan.

You make or break your company or organization and your career in 30 seconds in a media interview

Kamis, 03 Juni 2010

JUARA BERTAHAN

Masih ingat, Indonesia sempat berapa kali mempertahankan piala Thomas? Berapa kali Rudy Hartono pernah mempertahankan gelar juara ? Lalu siapa saja yang pernah menyamai bahkan melewati prestasi tersebut?

Setelah sempat lebih dari dua dekade menjadi negara yang disegani dicabang olahraga tersebut, sekarang, betapa sulitnya badminton meraih prestasi dunia, bahkan untuk menjadi kampiun di Asia Tenggara pun, sudah harus mati-matian.

Tentunya bukan pekerjaan yang mudah untuk mempertahankan prestasi, ...... nenek-nenek juga tahu .... . Lebih baik mencoba dan berusaha untuk merebut juara. Tamparannya tidak terlalu besar terasa. Banyak alasan yang bisa dibuat.

Tapi, ketika prestasi tidak bisa dipertahankan, maka caci maki, sumpah serapah, begitu deras dan bertubi-tubi. Bahkan keluarga pun tidak bisa menahan beban berat itu.

Di bidang PR, kehilangan reputasi (baik) jauh lebih mudah dibanding usaha untuk membangunnya kembali. Dibutuhkan waktu relatif lama untuk membangun reputasi, tetapi diperlukan waktu lima menit saja untuk meruntuhkannya.

REPUTASI mengalahkan segalanya. Citra dan kepercayaan pelanggan diatas segalanya, tak peduli berapa pun ongkos yang harus dikeluarkan. Reputasi bagi sebuah individu, lebih-lebih perusahaan merupakan hal yang penting. kehilangan reputasi sering dilihat sebagai sebuah risiko terbesar.

PR-ers seyogyanya mengambil hikmah akan pentingnya mengelola reputasi perusahaan.

Rabu, 02 Juni 2010

Dibalik Cerita Pemimpin Pasar Perbankan Indonesia

Pengantar

Lahirnya Bank Mandiri sebagai pemimpin pasar di bisnis perbankan Indonesia bukanlah cerita singkat. Tidak seperti hikayat Sangkuriang membangun danau, Bank Mandiri lahir dari krisis multidimensi. Ujian krisis melahirkan bakal bank dengan reputasi tinggi di industri perbankan nasional.

Dilatari krisis moneter 1997-1998, Bank Mandiri hadir sebagai gabungan empat bank pelat merah. Bank yang kemudian melantai di bursa di 2003 ini masih tidak mulus perjalanannya untuk menjadi pemimpin pasar. Kasus meledaknya kredit macet yang berujung pada kasus hukum petinggi Bank Mandiri, menjadi salah satu warna sejarah bank yang saat ini memiliki kapitalisasi pasar di bursa lebih dari Rp100 triliun.

Turunnya reputasi bank sebagai akibat berbagai krisis tersebut tidak menjadikan bank ini terpuruk. Melalui manejemen baru (Mei 2005) yang dipimpin Agus Martowardojo, bank justru menargetkan untuk menjadi regional champion. Sebuah predikat yang tidak gampang dicapai. Namun, kenyataannya saat ini Bank Mandiri telah menjelma menjadi bank dengan aset terbesar dan disegani bukan saja di pasar domestik tapi juga global.

Kondisi Bank Mandiri ini menjadi unik karena bank terlahir dari keterpurukan. Bahkan, keterpurukan di sisi reputasi yang menjadi kunci bisnis bank di manapun di dunia. Sebagai bisnis yang mengedepankan kepercayaan, reputasi merupakan syarat mutlak yang tidak bisa ditawar agar bank bisa menjalankan usahanya. Nah, disinilah fungsi pengelolaan informasi dan hubungan publik (public relations, baca PR) menjadi kunci utama pembangunan kembali reputasi Bank Mandiri.

Fungsi PR ini dikelola secara maksimal. Tidak tanggung-tanggung, sosok CEO secara langsung dan proaktif menggelindingkan bola salju ke-PR-an. Setiap gerak, perkataan, maupun kebiasaan semua board of director (BOD) di bank diarahkan untuk menjadi PR perusahaan. Alhasil, CEO dan BOD bank ini dikenal sebagai ‘sahabat’ para kuli tinta yang tugasnya setiap hari ialah menyediakan informasi. Wartawan yang merupakan kunci dan target ke-PR-an dalam komunikasi dengan publik.

Dalam banyak perbincangan, beberapa wartawan merasa risih jika harus menulis soal Bank Mandiri atau mengutip pernyataan pejabat Bank Mandiri. Soalnya, dalam seminggu mereka bisa bebeberapa kali mengutip atau memberitakan bank pelat merah ini. Hal ini menggambarkan betapa dekatnya jajaran manajemen yang dipimpin langsung CEO-nya dalam membangun komunikasi dengan media. Komunikasi yang bukan hanya dengan pemimpin media, tapi juga jalinan komunikasi di jajaran bawah redaksi media yakni wartawan.

Etos yang diusung langsung oleh CEO bank ini menggelinding bak bola salju yang dikemas divisi media relation Bank Mandiri menjadi alat pembangun reputasi Hasilnya, jika melihat berita-berita di berbagai media massa, dalam hitungan setahun bank ini menjadi pengisi terbanyak lembaran-lembaran koran dan majalah, atau jendela-jendela di situs berita online. Mungkin bank ini hanya kalah dari PT Bank Century Tbk yang menjadi primadona berita karena adanya panitia khusus hak angket parlemen. (ketika merebaknya kasus Century pada pertengahan 2009).

Namun hasil semua itu, Bank Mandiri saat ini telah menjelma menjadi bank raksasa yang sudah geregetan untuk melantai di pasar regional bahkan internasional. Publik seperti amnesia dengan cerita betapa tingginya NPL bank di periode 2005 lalu. Masyarakat lebih ingat dengan petugas teller bank yang bukan hanya cantik-cantik atau gagah-gagah, tapi juga ramah dalam melayani nasabah. Publik lebih ingat dengan logo bank yang kerap mereka lihat di berbagai penjuru kota di atas gedung atau mesin anjungan tunai mandiri (ATM) di berbagai pusat perbelanjaan.

Kendati begitu, dari semua kesan yang tersimpan di benak publik ini, publik juga melupakan fungsi PR yang telah sistemik diterapkan Bank Mandiri. Para penggerak ke-PR-an di bank ini telah sukses mencitra ulang bank ber-NPL tinggi menjadi bank paling efisien. Bank yang sempat tercatat kelam karena melanggar hukum menjadi bank yang paling patuh terhadap ketentuan. Bank yang sempat dianggap sebagai bank paling ceroboh menjadi bank dengan manajemen kehati-hatian terbaik.

Bagaimana sebenarnya tindak-tanduk ke-PR-an di bank ini? Metodologi apa yang digunakan sehingga fungsi PR bisa optimal mengarahkan persepsi publik? Bagai mana PR mengemas krisis menjadi kesempatan? Apakah hanya menjadi suatu kebetulan semata? Buku ini akan mencoba mengulasnya dengan menyajikan saksi mata dan data-data otentik agar bisa menjadi panduan bagi pelaku usaha khususnya pelaku dunia PR.

Selasa, 01 Juni 2010

TERJEBAK

Perjalanan yang biasanya ditempuh 5 menit, malam itu, terasa sangat melelahkan. Jarak 6 kilometer, terpaksa kunikmati hampir satu jam bersama supir taxi.

Apes....bener-bener apes........, tak hanya itu, kereta pun tidak mau menunggu. Jam 23.15 merupakan jadwal terakhir jurusan Palmerah - Serpong, dan menjadi kereta pilihan terakhir yang membawaku ke stasiun Sudimara Ciputat.

Sore itu, Jakarta diguyur hujan besar. Beberapa sudut kota, digenangi air dan seperti biasa 'lampu merah' sudah pasti tidak berfungsi. Bahkan bapak polisi yang biasanya berjaga, sudah tidak lagi menampakkan dirinya.

Satu kata, yang pasti sudah sangat melekat dan akrab di telinga warga ibu kota yaitu TERJEBAK. Dua setengah jam lamanya, satu jam di dalam taxi dengan ongkos 50 ribu rupiah dan ditambah secangkir kopi panas dan dua batang Djie Sam Soe untuk satu setengah jam di stasiun Palmerah. Huiiiiihhhhh......., sangat melelahkan, hampir sama jarak tempuh Jakarta Bandung.

Para PR-ers, sering terjebak dengan kesehariannya. Pekerjaan PR menjadi seperti 'Pemadam Kebakaran'. Tak sedikit PR-ers yang berkomunikasi dengan media hanya disaat-saat mereka membutuhkan publikasi.

Hubungan yang seharusnya dijalin secara berkesinambungan untuk mendapatkan kesepahaman, bukan lagi menjadi suatu hal yang harus dijalankan secara substansial.

PR-ers yang terjebak dalam kesehariannya, bekerja secara reaktif. Strategi, program dan taktik komunikasi dilupakan. Kreativitas menjadi tumpul. Tidak jauh beda dengan keterjebakan yang terjadi dalam kemacetan di taksi, seperti awal tulisan ini.

Akhirnya, PRers menjadi tidak produktif dan jangan mengharap exposure dan publicity datang dengan hasil yang optimal.

BOIKOT


BOIKOT....kata-kata ini sering sekali dilontarkan atau terlontar, karena bentuk kekecewaan, kemarahan atau sesuatu perasaan yang sudah sangat tidak bisa ditahan-tahan, dan sudah sangat mengkristal.

Bagi para PRers (istilah yang orang yg bekerja sebagai public relations), kata 'boikot' menjadi momok yang membuat sekujur tubuh gemetar, bahkan detak jantung pun berhenti sesaat. Bedanya dengan orang yang bersin atau 'wahing', walau pun detak jantung berhenti, namun selalu ditunggu kembali untuk terus ber 'wahing' sampai perasaan hati menjadi lega.

Ketika para insan pers, melontarkan kata boikot, seketika PRers yakin, sesaat karir nya pun berada diujung tanduk. Perlu pisau tajam untuk membedah dimana letak kesalahan. Cermin besar sangat dibutuhkan, agar dapat melihat anggota badan yang selama ini tidak pernah tersentuh.

Terlepas siapa yang salah, bagi PRers, pemboikotan merupakan tamparan mematikan. Energi besar akhirnya dibutuhkan untuk memperbaiki hubungan yang sempat ternoda. Karir pun menjadi taruhannya.

Kejadian (niat) memboikot acara jumpa pers yang akan diadakan suatu institusi keuangan beberapa waktu yang lalu, telah mencoreng para PRers dilembaga tersebut. Positifnya, mereka bisa mengaca dan dengan cepat segera memperbaiki hubungan yang kurang baik. Seharusnya dapat diperbaiki.

Sejatinya, insan pers bekerja untuk mendapatkan berita, sedangkan PRers bekerja untuk publicity. Kedua belah pihak tentunya saling sangat membutuhkan. Kejadian pemboikotan tersebut, menjadi pembelajaran berharga untuk para PRers......

PELAYANAN BANK MANDIRI DIAKUI SEBAGAI YANG TERBAIK

Press Release:
PELAYANAN BANK MANDIRI DIAKUI SEBAGAI YANG TERBAIK


Jakarta, 27 Mei 2010 – Langkah transformasi yang dilakukan Bank Mandiri kembali mendapat pengakuan. Marketing Research Indonesia (MRI) dan Infobank untuk ketiga kalinya menganugerahkan Bank Mandiri sebagai The Best Bank Service Excellence 2009/2010.

Menurut survei MRI yang bertajuk Bank Service Excellence Monitor (BSEM) periode 2009/2010, Bank Mandiri memiliki nilai pelayanan terbaik dari riset yang dilakukan terhadap 19 bank, baik lokal maupun asing.

Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Riswinandi mengatakan, penghargaan ini merupakan keberhasilan seluruh jajaran Bank Mandiri dalam merealisasikan komitmen untuk terus meningkatkan service quality, sebagai upaya menjadikan perusahaan sebagai institusi keuangan yang paling dikagumi di Indonesia dan di kancah regional.

”Kami bersyukur dapat mempertahankan pelayanan prima ini. Namun, Bank Mandiri masih belum berpuas diri dan ke depan kami ingin membedakan pelayanan kami dari bank lain dengan menciptakan Customer Experience yang positif dan memiliki ciri khas tersendiri,” kata Riswinandi di sela-sela acara malam penganugerahan penghargaan The Best Bank Service Excellence 2009/2010 (27/5).

Untuk mendukung keinginan tersebut, Bank Mandiri terus meningkatkan kemampuan dan keandalan dari sisi sumber daya manusia di front liner meupun dari segi fasilitas fisik Bank Mandiri seperti jaringan kantor dan elektronik.

Bank Mandiri telah memiliki 1.108 kantor cabang dan 7 kantor cabang/perwakilan di luar negeri sampai akhir triwulan I/2010. Layanan distribusi Bank Mandiri juga dilengkapi dengan 4.997 ATM, yang tersambung dalam jaringan ATM Link dengan jumlah total 14.165 ATM, Jaringan Electronic Data Capture (EDC) 33.501 unit serta electronic channels yang meliputi Internet Banking, SMS Banking dan Call Center 14000.

Peningkatan kapasitas dan keandalan jaringan elektronik, lanjut Riswinandi, menjadi salah satu strategi untuk merespons pertumbuhan nasabah Bank Mandiri, sehingga nasabah dapat tetap mendapatkan layanan yang prima dalam melakukan transaksi perbankan.

MRI mengukur kualitas pelayanan perbankan melalui survei di Jakarta, Bandung, Pekanbaru, dan Banjarmasin terhadap seluruh bank milik pemerintah dan swasta, baik lokal maupun asing.

Menurut Managing Director Marketing Research Indonesia Ermina Yuliarti, survey dilakukan dengan metode mystery shopping dimana pensurvei langsung melakukan aktivitas perbankan melalui jaringan kantor cabang dan elektronik bank dengan menjadi nasabah.

“Metode ini sudah terbukti menghasilkan pengukuran yang objektif dan sensitif merefleksikan perubahan-perubahan layanan yang terjadi,” kata Ermina Yuliarti.

JUARA DAN BERITAKAN

"Beritakan...publikasikan....undang media untuk meliput acara seremoninya .... Ini kali ketiga berturut-turut sejak 2007/2008 sd 2009/2010, kita memenangkan The Best Bank Service Excellence
2009/2010 dan pastikan bisa muncul beritanya."



Mulailah kami menimbang-nimbang, dari sisi pembuatan materi press release (http://isktumbuan.blogspot.com/2010/06/pelayanan-bank-mandiri-diakui-sebagai.html, )

sampai dengan rencana foto sesi. Lalu kapan didistribusikan? Sore ini Kamis sebelum acara (dimulai 19.00 sd 22.00) atau ke
esokan harinya (jumat tanggalan merah), atau didistribusikan pada Minggu dengan harapan berita terbit pada Senin. Semua ini menjadi pertimbangan teknis.

Draft release pun kami persiapkan. Lead, angle atau apapun namanya kami bolak-balik, layaknya seperti saat menggoreng pisang, ingin tahu di pojok mana yang sudah matang atau bahkan coklat kehitaman karena gosong. Hasil akhirnya adalah press release yang sangat standar.....

Sepintas press release dengan sepuluh alinea ini sangat okay. Namun, kami yakin media melihatnya .....sangat standar......... Tulisan yang sangat standar, media melihatnya sebagai ....... "kecap no satu" ...... atau dengan kata lain .... marketing banget .....

Mana nilai beritanya? Kalau juara tiga kali berturut-turut menjadi "Bank dengan Pelayanan Terbaik", bukankah hal tersebut merupakan suatu kewajiban perusahaan untuk melayani nasabahnya dengan baik.

"Kalau sudah tiga kali, ya....sebaiknya diteruskan..... Atau distandarkan dengan membagi-bagi kemenangan kepada bank lain.... Agar juga sama-sama memiliki pelayanan yang sama baiknya...."

Singkat cerita, ada juga media yang merasa perlu untuk mengangkat release maupun foto yang kami distribusikan untuk muncul sebagai berita. Terimakasih kawan (media) ..... Paling tidak. ... "Sang Juara" telah muncul dipemberitaan. (walau dengan susah payah....tentunya)