
BOIKOT....kata-kata ini sering sekali dilontarkan atau terlontar, karena bentuk kekecewaan, kemarahan atau sesuatu perasaan yang sudah sangat tidak bisa ditahan-tahan, dan sudah sangat mengkristal.
Bagi para PRers (istilah yang orang yg bekerja sebagai public relations), kata 'boikot' menjadi momok yang membuat sekujur tubuh gemetar, bahkan detak jantung pun berhenti sesaat. Bedanya dengan orang yang bersin atau 'wahing', walau pun detak jantung berhenti, namun selalu ditunggu kembali untuk terus ber 'wahing' sampai perasaan hati menjadi lega.
Ketika para insan pers, melontarkan kata boikot, seketika PRers yakin, sesaat karir nya pun berada diujung tanduk. Perlu pisau tajam untuk membedah dimana letak kesalahan. Cermin besar sangat dibutuhkan, agar dapat melihat anggota badan yang selama ini tidak pernah tersentuh.
Terlepas siapa yang salah, bagi PRers, pemboikotan merupakan tamparan mematikan. Energi besar akhirnya dibutuhkan untuk memperbaiki hubungan yang sempat ternoda. Karir pun menjadi taruhannya.
Kejadian (niat) memboikot acara jumpa pers yang akan diadakan suatu institusi keuangan beberapa waktu yang lalu, telah mencoreng para PRers dilembaga tersebut. Positifnya, mereka bisa mengaca dan dengan cepat segera memperbaiki hubungan yang kurang baik. Seharusnya dapat diperbaiki.
Sejatinya, insan pers bekerja untuk mendapatkan berita, sedangkan PRers bekerja untuk publicity. Kedua belah pihak tentunya saling sangat membutuhkan. Kejadian pemboikotan tersebut, menjadi pembelajaran berharga untuk para PRers......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar