Rabu, 16 Juni 2010

PENTINGNYA PENGUKURAN PR (2)/ PEL

Publicity Effectiveness Level

Bukan secara kebetulan, pada 2005 Bank Mandiri secara resmi sudah memiliki cara melakukan pengukuran untuk menilai efektifitas dari suatu pemberitaan. Bank Mandiri telah menyadari betapa pentingnya evaluasi mengenai liputan media dan oleh sebab itu, sejak 2004 telah mencoba menyusun sebuah cara evaluasi yang dinamakan dengan Publicity Effectiveness Level (PEL) atau Tingkat Efektivitas Publisitas.

Tentunya, hampir setiap perusahaan memiliki cara berbeda dalam melakukan penilaian tingkat keefektifan pemberitaan. Beberapa mencoba mengukur atas dasar volume liputan di media, jumlah pembaca, kualitas, dan bobot penekanan berita. Pengukuruan yang dilakukan Bank Mandiri berdasarkan sumber dan penekanan pada bobot berita.

PEL merupakan tingkat keefektifan publisitas dengan melakukan evaluasi pemberitaan yang dilakukan dengan penghitungan secara kwantitatif. Dengan melakukan penilaian keefektifan pemberitaan ini, perusahaan akan dapat mengetahui apakah pemberitaan yang ada sudah cukup baik untuk tetap terjaganya citra positif perusahaan.

Pengukuran ini akan menjadi salah satu dasar perencaaan strategi komunikasi yang akan ditempuh perusahaan. Baik mempertahankan atau untuk memperbaiki agar reputasi perusahaan yang berhubungan dengan citra perusahaan tidak ambruk.


Publisitas dan Metode Evaluasi

Dalam rangkaian kerja public relations-nya, departemen corporate communications melakukan evaluasi yang salah satunya adalah dengan mengevaluasi publisitas Bank Mandiri.

Evaluasi ini lebih kepada measurement atas tingkat keefektivan publisitas yang diperoleh Bank Mandiri setiap bulannya. Yang dilakukan Bank Mandiri lebih pada outputs measurement. Karena objek untuk melihat outputs measurement adalah pemberitaan media (khususnya media massa dan cybermedia), maka metode dasar yang digunakan untuk pengukuran itu adalah media content analysis dan cyberspace analysis.

Hasil dari pengukuran ini disebut dengan Publicity Effctiveness Level yang pada gilirannya dipakai sebagai salah satu dasar dalam perencanaan aksi komunikasi Bank Mandiri.

Cara Penilaian
1. Pengelompokan Media

Dalam penilaian PEL ini, Bank Mandiri hanya melakukan monitoring media cetak sebagai alat utama dalam memonitor berita. Dalam pelaksanaan monitoring sehari-hari, selain media cetak lebih dominan dalam pemberitaannya, juga mudah untuk di monitor, termasuk biaya monitoring dalam bentuk klipping harian lebih murah dibanding dengan monitoring media elekronik seperti radio dan televisi dimana dibutuhkan alat khusus untuk merekam pemberitaan.

Media cetak dalam hal ini dibagi dalam 3 kelompok besar, yaitu menjadikan media dalam Tier 1, Tier 2 dan Tier 3.

Klasifikasi setiap tier adalah:

Tier 1 : Sirkulasi luas, dan atau pemberitaannya berkonsentrasi pada bidang ekonomi, keuangan dan perbankan

Tier 2 : Sirkulasi sedang dan atau pemberitaannya bersifat umum, termasuk pada bidang ekonomi, keuangan dan perbankan

Tier 3 : Sirkulasi rendah, khususnya media lokal/daerah

2. Pembobotan:

Berita media cetak dianalisis dan dilakukan pembobotan sesuai dengan evaluasi tone berita.

Tone pemberitaan di klasifikasi ke dalam 4 hal, yaitu Positif, Negatif, Netral dan Sensitif.

Media Bobot Tone
Positive Negative Netral Sensitive
Tier 1 4 -8 1 -4
Tier 2 3 -6 1 -3
Tier 3 2 -4 1 -2

Asumsi dasar :
- Setiap satu kali pemberitaan dengan tone negatif di tier 1 yaitu dengan bobot -8, maka diperlukan 3 berita positif untuk mengcover berita tersebut menjadi bobot +4.
- Setiap satu kali pemberitaan dengan sensitif di tier 1 dengan bobot -4, maka diperlukan 2 berita positif dalam tier yang sama untuk mengcover berita tersebut di tier 1.

3. Rumus perhitungan PEL:

Total (nilai berita positif + nilai berita netral – nilai negatif – nilai sensitif)
Total artikel x Rata-rata bobot pada setiap tier yang terterpa oleh artikel

Dengan kriteria:
>80%: Sangat baik
60 - 80%: Baik
40 - 60%: Sedang
20 - 40%: Buruk
<20%: Sangat buruk

4. PEL 2005 sd 2010
Berikut adalah pemaparan hasil PEL dari tahun 2005 sd 2010.


(bersambung)

1 komentar:

ronywb mengatakan...

Saat media menyorot dan memberitakan negatif sebuah perusahaan, disitulah tantangan sekaligus peluang. Tak banyak PR yang melihat hal ini, karena terperangkap rutinitas dan kesibukan sebagai pemadam kebakaran. Apalagi, untuk sebuah BUMN yang sarat dengan berita bermuatan politis, dan berbagai media yang harus menyampaikan sikap pemilik modal atau pemangku kepentingan. Tentu hal ini membuat tugas PR semakin berat, dan terfokus pada satu kotak karena harus berjibaku dengan opini yang telah diramu dengan berbagai tangan yang berdalih demokrasi dan kebebasan pers.

ISK ini salah satu PR yang mampu keluar dari kotak, dan jeli melihat sorotan menjadi peluang. Apalagi, CEO nya tanggap dan paham terhadap apa yang harus dilakukan. Klop, tumbu ketemu tutup, kata orang Jawa.

Kadang orang melihat kesuksesan sekadar dari permukaan saja, tanpa pernah (mau) melihat dapur atau strategi di dalamnya. Kesuksesan ibarat makanan lezat yang terasa pas di lidah. Sekali-kali coba kita melongok ke dapur, bagaimana masakan tersebut diracik, diramu dengan parameter dan takaran bumbu yang terukur, dipilih, disiapkan dan diolah oleh tangan-tangan yang terampil. Semoga buku yang sedang disusun oleh ‘juru masak’ ISK ini bisa menjadi literatur, sekaligus membuka wawasan untuk berbagai pihak.

-RWB-